MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“HAM, HAK YANG DIKESAMPINGKAN DI
DEPAN HUKUM”
Disusun
Oleh :
NAMA :
GALANG SETIANTO
NIM :
14.240.0213
KELAS :
2P45
Dosen Pengampu : Wim Hapsoro, S.H.,
M.H.
STMIK WIDYA PRATAMA PEKALONGAN
TAHUN TAHUN 2014/
2015
BAB I
PENDAHULUAN
“HAM / Hak
Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal
dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.”
Berbicara
mengenai pemberlakuan dari HAM di Indonesia memang terlihat mencengangkan.
Kasus-kasus melanggar hokum yang bertentangan dengan HAM mulai banyak terjadi.
Predikat “Negara Indonesia adalah Negara Hukum” memberikan stigma bahwa setiap
hukum harus ditegakkan dan dilaksanakan walaupun kadang berlawanan dengan HAM.
Sebelum
berbicara mengenai HAM, mari kita sedikit membahas hukum di Indonesia yang.
Dalam salah satu pasal UUD menyebutkan bahwa setiap orang memiliki kedudukan
yang sama di depan hukum. Namun, realitanya hukum yang ada di Indonesia itu
runcing di bawah tetapi tumpul diatas, maksudnya bahwa hukum terasa tegas untuk kalangan bawah tetapi hukum tidak tegas
untuk kalangan orang-orang yang memiliki jabatan yang tinggi.
Melihat kondisi tersebutlah yang melatar belakangi penulis
untuk membahas mengenai pemberlakuan HAM di Indonesia. Penulis mencoba menguak
keadaan pelanggaran HAM yang tejadi di Indonesia. Pasal-pasal mengenai HAM dan
kasus-kasus terbaru mengenai HAM juga akan dibahas untuk mendapat kesimpulan
dengan data yang kuat dan sesuai syarat.
BAB II
PEMBAHASAN
LATAR BELAKANG TERCIPTANYA HAM
Ide tentang hak asasi manusia yang berlaku saat ini
merupakan senyawa yang dimasak di kancah Perang Dunia II. Selama perang
tersebut, dipandang dari segi apa pun akan terlihat bahwa satu aspek berbahaya
dari pemerintahan Hitler adalah tiadanya perhatian terhadap kehidupan dan
kebebasan manusia. Karenanya, perang melawan kekuatan Poros dibela dengan mudah
dari segi perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan yang mendasar. Negara
Sekutu menyatakan di dalam "Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa"
(Declaration by United Nations) yang terbit pada 1 Januari 1942, bahwa
kemenangan adalah "penting untuk menjaga kehidupan, kebebasan,
independensi dan kebebasan beragama, serta untuk mempertahankan hak asasi manusia
dan keadilan.
Dalam pesan berikutnya yang ditujukan kepada Kongres,
Presiden Franklin D. Roosevelt mengidentifikasikan empat kebebasan yang
diupayakan untuk dipertahankan di dalam perang tersebut: kebebasan berbicara
dan berekspresi, kebebasan beragama, kebebasan dari hidup berkekurangan, dan
kebebasan dari ketakutan akan perang.
Pembunuhan dan kerusakan dahsyat yang ditimbulkan Dunia II
menggugah suatu kebulatan tekad untuk melakukan sesuatu guna mencegah perang,
untuk membangun sebuah organisasi internasional yang sanggup meredakan krisis
internsional serta menyediakan suatu forum untuk diskusi dan mediasi.
Organisasi ini adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa / PBB, yang telah memainkan
peran utama dalam pengembangan pandangan kontemporer tentang hak asasi manusia.
Para pendiri PBB yakin bahwa pengurangan kemungkinan perang mensyaratkan adanya
pencegahan atas pelanggaran besar-besaran terhadap hak-hak manusia. Lantaran
keyakinan ini, konsepsi-konsepsi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang paling awal
pun bahkan sudah memasukkan peranan pengembangan hak asasi manusia dan
kebebasan. Naskah awal Piagam PBB (1942 dan 1943) memuat ketentuan tentang hak
asasi manusia yang harus dianut oleh negara manapun yang bergabung di dalam
organisasi tersebut, namun sejumlah kesulitan muncul berkenaan dengan
pemberlakuan ketentuan semacam itu. Lantaran mencemaskan prospek kedaulatan
mereka, banyak negara bersedia untuk "mengembangkan" hak asasi
manusia namun tidak bersedia "melindungi" hak itu.
Akhirnya diputuskan untuk memasukkan sedikit saja acuan
tentang hak asasi manusia di dalam Piagam PBB (UN Charter), di samping
menugaskan Komisi Hak Asasi Manusia (Commission on Human Rights) -- komisi yang
dibentuk PBB berdasarkan sebuah ketetapan di dalam piagam tersebut -- untuk
menulis sebuah pernyataan internasional tentang hak asasi manusia. Piagam itu
sendiri menegaskan kembali "keyakinan akan hak asasi manusia yang
mendasar, akan martabat dan harkat manusia, akan persamaan hak antara laki-laki
dan perempuan serta antara negara besar dan negara kecil." Para
penandatangannya mengikrarkan diri untuk "melakukan aksi bersama dan
terpisah dalam kerja sama dengan Organisasi ini "untuk
memperjuangkan" penghargaan universal bagi, dan kepatuhan terhadap, hak
asasi manusia serta kebebasan-kebebasan mendasar untuk seluruh manusia, tanpa
membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
Komisi Hak Asasi Manusia mempersiapkan sebuah pernyataan
internasional tentang hak asasi manusia yang disetujui oleh Majelis Umum pada
tanggal 10 Desember 1948. Pernyataan ini, yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi
manusia (Universal Declaration of Human Rights), diumumkan sebagai "suatu
standar pencapaian yang berlaku umum untuk semua rakyat dan semua negara"
Hak-hak yang disuarakannya disebarkan lewat "pengajaran dan
pendidikan" serta lewat "langkah1angkah progresif, secara nasional
dan internasional, guna menjamin pengakuan, dan kepatuhan yang bersifat
universal dan efektif terhadapnya.
Meski hak asasi manusia dianggap menetapkan standar minimal,
deklarasi-deklarasi kontemporer tentang hak asasi manusia cenderung untuk
mencantumkan hak dalam jumlah yang banyak dan bersifat khusus, dan bukannya
sedikit serta bersifat umum. Deklarasi Universal menggantikan tiga hak umum
yang diajukan oleh Locke -- yakni hak atas kehidupan, kebebasan, dan kekayaan
pribadi -- dengan sekitar Hak Asasi Manusia dua lusin hak khusus. Di antara
hak-hak sipil dan politik yang dicanangkan adalah hak untuk bebas dari
diskriminasi; untuk memiliki kehidupan, kebebasan, dan keamanan; untuk bebas
beragama; untuk bebas berpikir dan berekspresi; untuk bebas berkumpul dan
berserikat; untuk bebas dari penganiayaan dan hukuman kejam; untuk menikmati
kesamaan di hadapan hukum; untuk bebas dari penangkapan secara sewenang-wenang;
untuk memperoleh peradilan yang adil; untuk mendapat perlindungan terhadap
kehidupan pribadi (privasi); dan untuk bebas bergerak. Hak sosial dan ekonomi
di dalam Deklarasi mencakup hak untuk menikah dan membentuk keluarga, untuk
bebas dari perkawinan paksa, untuk memperoleh pendidikan, untuk mendapatkan
pekerjaan, untuk menikmati standar kehidupan yang layak, untuk istirahat dan
bersenang-senang, serta untuk memperoleh jaminan selama sakit, cacat, atau tua.
Deklarasi Universal menyatakan bahwa hak-hak ini berakar di
dalam martabat dan harkat manusia, serta di dalam syarat-syarat perdamaian dan
keamanan domestik maupun internasional. Dalam penyebarluasan Deklarasi
Universal sebagai sebuah. "standar pencapaian yang bersifat umum,"
PBB tidak bermaksud untuk menjabarkan hak-hak yang telah diakui di mana-mana
atau untuk mengundangkan hak-hak ini di dalam hukum intemasional. Justru
Deklarasi tersebut mencoba untuk mengajukan norma-norma yang ada di dalam
moralitas-moralitas yang sudah mengalami pencerahan. Meski tujuan sejumlah
besar partisipan Deklarasi itu adalah untuk menampilkan hak-hak ini di dalam
sistem hukum domestik maupun internasional, hak tersebut dipandang bukan
sebagai hak-hak hukum (legal rights) melainkan sebagai hak-hak moral yang
berlaku secara universal (universal moral rights).
Sejumlah kalangan
mengusulkan agar suatu pernyataan hak asasi internasional di PBB hendaknya
tidak berhenti menjadi sekadar suatu deklarasi melainkan juga tampil sebagai
norma-norma yang didukung oleh prosedur penegakan yang mampu mengerahkan
tekanan intemasional terhadap negara-negara yang melanggar hak asasi manusia
secara besar-besaran. Rencana yang muncul di PBB adalah meneruskan Deklarasi
Universal dengan perjanjian-perjanjian yang senada. Naskah Perjanjian
Internasional (International Covenants) diajukan ke Majelis Umum guna
mendapatkan persetujuan pada tahun 1953. Untuk menampung usulan mereka yang
meyakini bahwa hak ekonomi dan hak sosial bukan merupakan hak asasi manusia
yang sejati atau bahwa hak-hak tersebut tidak dapat diterapkan dalam cara yang
sama dengan penerapan hak-hak sipil dan politik, dua perjanjian dirancang,
yaitu Perjanjian Hak-hak Sipil dan Politik (Covenant on Civil and Political
Rights) serta Perjanjian Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Covenant on
Economic, Social, and Cultural Rights).
Lantaran permusuhan dalam era Perang Dingin saat itu, dan
tamatnya dukungan bagi perjanjian hak asasi manusia yang dibuat Amerika
Serikat, gerakan yang didasarkan pada Perjanjian Internasional ditangguhkan
dalam waktu yang lama. Perjanjian itu belum juga disetujui Majelis Umum sampai
1966. Selama tahun-tahun tersebut ketika Perjanjian itu tampaknya tak
berpengharapan, PBB mengeluarkan sejumlah perjanjian hak asasi manusia yang
lebih terbatas yang bersangkutan dengan topik-topik yang relatif tidak kontroversial
seperti pemusnahan suku bangsa / genosid, perbudakan, pengungsi, orang-orang
tanpa kewarganegaraan, serta diskirminasi. 8 Perjanjian-perjanjian ini umumnya
ditandatangani oleh sejumlah besar negara -- walau tidak ditandatangani oleh
Amerika Serikat -- dan lewat mereka PBB mulai memetik sejumlah pengalaman untuk
menjalankan perjanjian-perjanjian hak asasi manusia.
Pada selang waktu antara Deklarasi Universal yang terbit
pada tahun 1948 dan persetujuan akhir Majelis Umum bagi Perjanjian Intemasional
yang keluar pada tahun 1966, banyak negara Afrika dan Asia yang baru terbebas
dari kekuasaan penjajah, memasuki PBB. Negara-negara ini umumnya bersedia
mengikuti upaya berani untuk menegakkan hak asasi manusia, namun mereka
memodifikasikannya guna mewakili kepentingan dan kebutuhan mereka sendiri:
mengakhiri kolonialisme, mengutuk eksploitasi negara-negara Barat terhadap
negara-negara sedang berkembang, serta menghancurkan apartheid dan diskriminasi
rasial di Afrika Selatan. Perjanjian yang lahir pada tahun 1966 itu menyatakan
kebutuhan-kebutuhan tersebut: keduanya berisi paragraf-paragraf yang serupa
yang menegaskan hak setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri dan untuk
mengontrol sumber-sumber alam mereka sendiri. Hak atas kekayaan pribadi dan
atas ganti rugi untuk kekayaan yang diambil oleh negara, yang tercantum dalam
Deklarasi Universal, dihapuskan dari Perjanjian itu.
Setelah persetujuan dari Majelis Umum keluar pada tahun 1966, Perjanjian itu memerlukan tanda tangan dari tiga puluh lima negara untuk diikat di dalam daftar para penandatangan. Negara ketiga puluh lima menerakan tandatangan pada tahun 1976, dan Perjanjian itu kini berlaku sebagai hukum internasional.
Setelah persetujuan dari Majelis Umum keluar pada tahun 1966, Perjanjian itu memerlukan tanda tangan dari tiga puluh lima negara untuk diikat di dalam daftar para penandatangan. Negara ketiga puluh lima menerakan tandatangan pada tahun 1976, dan Perjanjian itu kini berlaku sebagai hukum internasional.
BEBERAPA
KONSEP TENTANG PANDANGAN HAM
(1)
HAM Menurut Konsep Barat
Istilah hak asasi manusia baru
muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan
tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak
lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua
kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para
raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.
Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948.
Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh ummat manusia.
Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948.
Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh ummat manusia.
Dalam istilah modern, yang dimaksud
dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang
atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak
asasi dibagi menjadi dua:
a. Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia,
yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak
bekerja.
b. Hak asasi yang diperoleh manusia
sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai individu
masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan,
hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.
Terdapat berbagai klasifikasi yang
berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya :
1. Pembagian hak menurut hak materiil
yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat
tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan
berserikat.
2. Pembagian hak menjadi tiga: hak
kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan
membentuk perkumpulan dan perserikatan.
Pembagian
hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap
negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan
negara kepada warganya.
Jadi
bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara untuk
menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan
sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan
lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan
Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut
campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan
jaminan sosial.
(2)
HAM Menurut Konsep Islam
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan
hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan
kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah
saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram
atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri
dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan
menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Negara juga menjamin tidak ada
pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah
mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak
untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)
KONDISI
HAM DI INDONESIA
Kondisi penegakan hak asasi manusia di Indonesia selama
kurun waktu 2004 masih jalan di tempat dan tidak lebih kondusif dibanding tahun
2003, menyusul masih banyaknya pelanggaran terhadap hak-hak sipil. Demikian
menurut kesimpulan catatan akhir tahun Komisi Nasional HAM tentang kondisi HAM
selama 2004. Selanjutnya seperti ditulis harian ‚Kompas‘ Komnas HAM
berpendapat, saat ini masih belum terwujud rezim pemerintahan yang demokratis
di Indonesia. Pemerintahan yang ada saat ini masih merupakan pemerintahan
transisi dari rezim orde baru menuju rezim yang menjunjung tinggi nilai
demokrasi.
Peringatan hari HAM menjadi momen penting untuk
merefleksikan, melihat kembali, pelaksanaan HAM selama setahun. Pada tahun 2007
masih banyak terjadi pelanggaran HAM di bidang Sipil Politik (Sipol) maupun
bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob). Di bidang Sipol masih terjadi
kasus kekerasan, pemerkosaan, penyiksaan, pembunuhan, dan lain-lain. Di bidang
Ekosob masih belum terpenuhinya hak dasar masyarakat seperti sandang, pangan,
papan yang layak, hak atas kesehatan dan pendidikan yang masih terabaikan. Juga
masih sering terjadi perampasan terhadap hak-hak masyarakat adat.
Secara umum perkembangan HAM di Indonesia tahun 2007 masih
memprihatinkan. Padahal Indonesia sudah meratifikasi dua kovenan yaitu Kovenan
Sipol (Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant on Civil and Political Rights) dan Kovenan Ekosob (Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social,
and Cultural Rights). Kenyataan seperti ini menunjukkan HAM masih sekadar
retorika, hanya menjadi ucapan lisan yang menyenangkan, tapi praktik
pelaksanaan untuk mewujudkannya masih pahit dan getir.
HAK ASASI MANUSIA DALAM
UNDANG-UNDANG
Untuk
menjamin pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia direalisasikan dalam bentuk
Undang-undang No.39 Tahun 1999 tanggal 23 september 1999.
Macam-macam
hak asasi:
1.
Hak-hak asasi pribadi (personal right), yang meliputi:
Kebebasan
menyatakan pendapat
Kebebasan
memeluk agama
Kebebasan
bergerak. Dan sebagainya.
2.
Hak-hak asasi ekonomi (property right), yang meliputi
Hak
memiliki sesuatu
Hak
membeli dan menjual
Hak
memanfaatkannya
3.
Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam
hukum dan pemerintahan (right of legal equality)
4.
Hak-hak asasi politik (political rights) yakni hak untuk
ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih dalam pemilihan
umum), hak mendirikan parpol dan sebaginya.
5. Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan
(social and culture rights), seperti hak untuk memiliki pendidikan,
mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.
PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA DARI PERIODE KE PERIODE
Pelaksanaan HAM di Era Orde Lama
Pada era Orde Lama (1955-1965),
situasi negara Indonesia diwarnai oleh berbagai macam kemelut di tingkat elite
pemerintahan sendiri. Situasi kacau (chaos) dan persaingan di
antara elite politik dan militer akhirnya memuncak pada peristiwa pembunuhan
enam jenderal pada I Oktober 1965 oleh PKI,yang bertujuan atau dilatarbelakangi
oleh adanya keinginan PKI untuk mengkomuniskan Indonesia. Kemudian diikuti
dengan krisis politik dan kekacauan sosial. Pada masa ini persoalan hak asasi
manusia tidak memperoleh perhatian berarti, bahkan cenderung semakin jauh dari
harapan.
Pelaksanaan HAM di Era Orde Baru
Era Orde Baru (1966-1998) di bawah
kepemimpinan Soeharto yang menyatakan diri hendak melakukan koreksi secara
menyeluruh terhadap penyimpangan Pancasila dan UUD 1945. Walaupun juga tidak
menunjukkan perkembangan yang berarti menyatakan sebagai orde konstitusional
dan pembangunan, tetapi rezim ini banyak melakukan penyimpangan terhadap
konstitusi dan melakukan kesewenangan atas nama pembangunan melalui berbagai
tindak kejahatan HAM. Begitu pula rancangan Piagam Hak-Hak Asasi
Manusia dan Hak-Hak Serta Kewajiban Warga Negara yang disusun oleh
MPRS pada 1966 tidak kunjung muncul dalam bentuk Ketetapan MPR hingga
berakhirnya kekuasaan Orde Baru (1998). Tetapi, patut pula dicatat bahwa era
keterbukaan dan meluasnya opini internasional tentang pentingnya mengembangkan
demokratisasi dan perlindungan terhadap HAM telah memberi tekanan terhadap
pemerintahan Soeharto untuk melakukan beberapa perubahan. Tercatat dalam masa
pemerintahan Orde Baru telah dikeluarkan Keppres No. 50 Tahun 1993 tentang pembentukan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Meski demikian, dalam sejarah
panjang kekuasaan rezim Orde Baru terdapat praktik penyalahgunaan kekuasaan
politik dan kehakiman yang luar biasa, juga penutupan beberapa media massa,
serta penghilangan paksa terhadap para aktivis pro-demokrasi.
Pelaksanaan HAM di Era Reformasi
Sampai Sekarang
Pasca pemerintahan Orde Baru (era
Reformasi), era ketika persoalan demokratisasi dan hak asasi manusia menjadi
topik utama, telah banyak lahir produk peraturan perundangan tentang hak asasi
manusia. Sampai sekarang ini meskipun masalah tentang pengaturan HAM di
Indonesia dibahas secara detail dan lengkap, akan tetapi pelaksanaannya tidak
berjalan dengan baik.
Sepanjang
tahun 2008 ini berbagai kemajuan di bidang HAM dan kebebasan dasar itu di
hadang oleh perilaku kekerasan mayoritas terhadap kelompok minoritas agama
maupun politik. Para pemeluk agama minoritas maupun kepercayaan-kepercayaan
yang lain yang mendukung di berlakukan bukan saja di lakukan secara diskriminatif
namun juga mengalami kekerasan fisik dan serangan di sekolah-sekolah dan rumah
ibadah seperti jemaah ahmadiyah, gereja tani mulya dll. Selain itu juga banyak
kasus salah tangkap dan berbagai kekerasan lainnya.
HAM DALAM PERSPEKTIF PANCASILA
Pancasila
memandang bahwa manusia dianugerahi oleh Tuhan akal, budi dan nurani untuk
dapat membedakan hal baik dan buruk yang kemudian menjadi pembimbing dan
pengarah perilaku manusia. HAM dalam nilai dasar pancasila tidak saja berisi
kebebasan dasar tetapi juga berisi kewajiban dasar yang melekat secara kodrati.
Hak dan kewajiban asasi ini tidak dapat diingkari dan menjadi dasar berbangsa
dan bernegara. Maka nampak sekali bahwa konsep hak asasi yang berlaku di
Indonesia adalah penjabaran dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab dan
disemangati oleh sila-sila lainnya dari Pancasila.
Hak asasi manusia ditinjau dari sila-sila Pancasila mempunyai definisi sebagai berikut :
Hak asasi manusia ditinjau dari sila-sila Pancasila mempunyai definisi sebagai berikut :
1. Hak Asasi
Manusia menurut Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Pada
sila pertama ini terdapat pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menjamin
setiap orang untuk melakukan ibadah menurut keyakinannya masing-masing. Dan
menjamin kemerdekaan beragama bagi setiap orang untuk memilih serta menjalankan
agamanya masing-masing.
2. Hak Asasi
Manusia menurut Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan
yang adil dan beradab merupakan sikap yang menghendaki terlaksananya
nilai-nilai kemanusiaan (human values), dalam arti pengakuan terhadap martabat
manusia (dignity of man), hak asasi manusia (human rights) dan kebebasan
manusia (human freedom). Sila kemanusiaan yang adil dan beradab sangat erat
kaitannya dengan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Hubungan antar
manusia dalam bermasyarakat dan bernegara diatur agar berlandaskan moralitas
secara adil dan beradab.
3. Hak Asasi
Manusia menurut Sila Persatuan Indonesia
Kesadaran
kebangsaan Indonesia lahir dari keinginan untuk bersatu dari suatu bangsa agar
setiap orang menikmati hsak-hak asasinya tanpa pembatasan dan belenggu dari
manapun datangnya. Hal ini memiliki nilai kelokalan yang terinspirasi dari
negara Jerman. Sila ini mengandung ide dasar bahwa rakyat Indonesia meletakan
kepentingan dan keselamatan bangsa di atas kepentingan dan keselamatan pribadi.
4. Hak Asasi
Manusia menurut Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan
Sila
ini merupakan inti ajaran demokrasi Pancasila, baik dalam arti formal maupun
material. Kedaulatan rakyat berarti kekuasaan dalam negara berada di tangan
rakyat. Kedaulatan rakyat disalurkan secara demokratis melalui badan perwakilan
yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Kedaulatan rakyat itu terwujud
dalam bentuk hak asasi manusia antara lain : 1. Hak mengeluarkan pendapat 2.
Hak berkumpul dan mengadakan rapat 3. Hak ikut serta dalam pemerintahan 4. Hak
menduduki jabatan Demokrasi yang dikembangkan di Indonesia berintikan
nilai-nilai agama, kesamaan budaya, pola pikir bangsa serta sumbangan
nilai-nilai kontemporer, dengan mengedepankan pengambilan keputusan secara musyawarah,
bukan pada suara mayoritas.
5.
Hak
Asasi Manusia menurut Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila
ini berkaitan erat dengan nilai-nilai kemanusiaan dimana setiap warga negara
memiliki kebebasan hak milik dan jaminan sosial, serta berhak mendapatkan
pekerjaan dan perlindungan kesehatan. Sila ini mengandung prinsip usaha bersama
dalam mencapai cita-cita masyarakat yang adil dan makmur.
PELANGGARAN HAM DI INDONESIA
1.
Pelanggaran Ham Oleh TNI
Umumnya
terjadi pada masa pemerintahan Presiden Suharto, dimana (dikemudian hari
berubah menjadi TNI dan Polri) menjadi alat untuk menopang
kekuasaan.Pelanggaran HAM oleh TNI mencapai puncaknya pada akhir masa
pemerintahan Orde Baru, dimana perlawananrakyat
semakin keras.
2.
Kasus
Pelanggaran HAM yang Terjadi di Maluku
Konflik
dan kekerasan yang terjadi di Kepulauan Maluku sekarangtelah berusia 2 tahun 5
bulan; untuk Maluku Utara 80% relatif aman, Maluku Tenggara 100% aman dan
relatifstabil, sementara di kawasan Maluku Tengah (Pulau Ambon, Saparua,
Haruku, Seram dan Buru) sampai saat inimasih belum aman dan khusus untuk
Kota Ambon sangat sulit diprediksikan, beberapa waktu yang lalu sempattenang
tetapi sekitar 1 bulan yang lalu sampai sekarang telah terjadi aksi kekerasan
lagi dengan modus yangbaru ala ninja/penyusup yang melakukan operasinya di
daerah–daerah perbatasan kawasan Islam dan Kristen(ada indikasi tentara dan
masyarakat biasa).Penyusup masuk ke wilayah perbatasan dan melakukan pembunuhan
serta pembakaran rumah. Saat inimasyarakat telah membuat sistem pengamanan
swadaya untuk wilayah pemukimannya dengan membuatbarikade-barikade dan membuat
aturan orang dapat masuk/keluar dibatasi sampai jam 20.00, suasana kotasampai
saat ini masih tegang, juga masih terdengar suara tembakan atau bom di sekitar
kota.Akibat konflik/kekerasan ini tercatat 8000 orang tewas, sekitar 4000 orang
luka– luka, ribuan rumah,perkantoran dan pasar dibakar, ratusan sekolah
hancur serta terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konflikyang sekarang telah
menjadi pengungsi di dalam/luar Maluku.Masyarakat kini semakin tidak
percaya dengan dengan upaya– upaya penyelesaian konflik yang dilakukankarena
ketidak-seriusan dan tidak konsistennya pemerintah dalam upaya penyelesaian
konflik, ada ketakutandi masyarakat akan diberlakukannya Daerah Operasi Militer
di Ambon dan juga ada pemahaman bahwa umatIslam dan Kristen akan saling
menyerang bila Darurat Sipil dicabut.Banyak orang sudah putus asa, bingung
dan trauma terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di Ambonditambah dengan
ketidak-jelasan proses penyelesaian konflik serta ketegangan yang terjadi
saat ini.Komunikasi sosial masyarakat tidak jalan dengan baik, sehingga
perasaan saling curiga antar kawasan terusada dan selalu bisa dimanfaatkan
oleh pihak ketiga yang menginginkan konmflik jalan terus. Perkembangansituasi
dan kondisis yang terakhir tidak ada pihak yang menjelaskan kepada masyarakat
tentang apa yangterjadi sehingga masyrakat mencari jawaban sendiri dan
membuat antisipasi sendiri.Wilayah pemukiman di Kota Ambon sudah terbagi 2
(Islam dan Kristen), masyarakat dalam melakukanaktifitasnya selalu dilakukan dilakukan
dalam kawasannya hal ini terlihat pada aktifitas ekonomi seperti pasarsekarang
dikenal dengan sebutan pasar kaget yaitu pasar yang muncul mendadak di suatu
daerah yang dulunyabukan pasar hal ini sangat dipengaruhi oleh kebutuhan riil
masyarakat; transportasi menggunakan jalur lauttetapi sekarang sering terjadi
penembakan yang mengakibatkan korban luka dan tewas; serta jalur–jalur distribusi
barang ini biasa dilakukan diperbatasan antara supir Islam dan Kristen tetapi
sejak 1 bulan lalusekarang tidak lagi juga sekarang sudah ada penguasa-penguasa
ekonomi baru pasca konflik.Pendidikan sangat sulit didapat oleh anak–anak
korban langsung/tidak langsung dari konflik karenabanyak diantara mereka sudah
sulit untuk mengakses sekolah, masih dalam keadaan trauma, program
Pendidikan
Alternatif Maluku sangat tidak membantu proses perbaikan mental anak malah
menimbulkanmasalah baru di tingkat anak (beban belajar bertambah) selain itu
masyarakat membuat penilaian negatifterhadap aktifitas NGO (PAM dilakukan oleh NGO).Masyarakat
Maluku sangat sulit mengakses pelayanan kesehatan, dokter dan obat–obatan tidak
dapatmencukupi kebutuhan masyarakat dan harus diperoleh dengan harga yang
mahal; puskesmas yang ada banyakyang tidak berfungsi.Belum ada media informasi
yang dianggap independent oleh kedua pihak, yang diberitakan oleh mediacetak
masih dominan berita untuk kepentingan kawasannya (sesuai lokasi media), ada
media yang selama inimelakukan banyak provokasi tidak pernah ditindak oleh
Penguasa Darurat Sipil Daerah (radio yang selama inidigunakan oleh Laskar Jihad
(radio SPMM/Suara Pembaruan Muslim Maluku).
3.
Pelanggaran HAM oleh Mantan Gubernur Tim-Tim
Abilio
Jose Osorio Soares, mantan Gubernur Timtim, yang diadili oleh Pengadilan
Hak Asasi Manusia (HAM)ad hoc di Jakarta atas dakwaan pelanggaran HAM berat di
Timtim dan dijatuhi vonis 3 tahun penjara. Sebuahkeputusan majelis hakim yang
bukan saja meragukan tetapi juga menimbulkan tanda tanya besar apakah
vonishakim tersebut benar-benar berdasarkan rasa keadilan atau hanya sebuah
pengadilan untuk mengamankansuatu keputusan politik yang dibuat Pemerintah
Indonesia waktu itu dengan mencari kambing hitam atautumbal politik. Beberapa
hal yang dapat disimak dari keputusan pengadilan tersebut adalah sebagai
berikutini.Pertama, vonis hakim terhadap terdakwa Abilio sangat meragukan
karena dalam Undang-Undang (UU) No26/2000 tentang Pengadilan HAM Pasal 37
(untuk dakwaan primer) disebutkan bahwa pelaku pelanggaran beratHAM
hukuman minimalnya adalah 10 tahun sedangkan menurut pasal 40 (dakwaan
subsider) hukumanminimalnya juga 10 tahun, sama dengan tuntutan jaksa. Padahal
Majelis Hakim yang diketuai Marni EmmyMustafa menjatuhkan vonis 3 tahun penjara
dengan denda Rp 5.000 kepada terdakwa Abilio Soares.
Bagi orang
yang awam dalam bidang hukum, dapat diartikan bahwa hakim ragu-ragu dalam
mengeluarkankeputusannya. Sebab alternatifnya adalah apabila terdakwa terbukti
bersalah melakukan pelanggaran HAMberat hukumannya minimal 10 tahun dan apabila
terdakwa tidak terbukti bersalah ia dibebaskan dari segala tuduhan. Kedua,
publik dapat merasakan suatu perlakuan “diskriminatif” dengan keputusan
terhadap terdakwa Abilio tersebut karena terdakwa lain dalam kasus pelanggaran
HAM berat Timtim dari anggota TNI dan Polri divonisbebas oleh hakim.
PASAL
YANG MEMBAHAS MENGENAI HAM
Berikut
merupakan beberapa contoh pasal-pasal dalam UUD Tahun 1945 :
1) Pasal 27 UUD 1945,
berbunyi:
(1)
“Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerinatah itu dengan tidak ada kecualinya”.
(2)
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.
(3)
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara.”
2) Pasal 28 UUD 1945
”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”
3) Pasal 28
A
Setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya
4) Pasal 28 B
(1)
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah
(2)
Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
5) Pasal 28 C
(1)
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2)
Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya
6) Pasal 28 D
(1)
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlidungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum
(2)
Setiap orang berhak untuk berkerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja
(3)
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalm
pemerintahan
(4)
Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan
7) Pasal 28 E
(1)
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
(2)
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran
dan sikap sesuai hati nuraninya.
(3)
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat.
8) Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah
dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.
9) Pasal 28 G
(1)
Setiap orang berhak atas perlindung diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasinya.
(2)
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
10) Pasal 28 H
(1)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
(2)
Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan
(3)
Setiap orang berhak atas imbalan jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat
(4)
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun.
11) Pasal 28 I
(1)
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun.
(2)
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yanbg bersifat diskriminatif atas
dasar apaun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu.
(3)
Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.
(4)
Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara terutama pemerintah
(5)
Untuk menegakkan dan melindungi hak asaso manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokrastis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin,
diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
12) Pasal 28 J
(1)
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2)
Dalam menajalan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimabangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokrastis.
13) Pasal 29
(1)
Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa
(2)
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk berinadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
14) Pasal 30 ayat (1)
(1)
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara.
15) Pasal 31
(1)
Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
(2)
Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
16) Pasal 32 AYAT (1)
(1)
Negara mamajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia
dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan
nilai-nilai budayanya.
17) Pasal 33
(1)
Perekonomian disusun sebagi usaha bersama berdasarkan atas azas
kekeluargaan
(2)
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3)
Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
18) Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
KASUS
HUKUM YANG BERTENTANGAN DENGAN HAM
Sekarang
ini masih ramai-ramainya kisah mengenai Nenek Arsyani yang diduga mengembil 7 batang
pohon jati yang diduga milik Perhutani. Padahal menurut Nenek Arsyani jati
tersebut diambil dari lahan yang digarapnya.
Kisah
tersebut tidak berbeda dengan yang dialami Bapak Harso, Harso dilaporkan ke
polisi karena dituduh menebang pohon di kawasan Hutan Suaka Margasatwa Balai
Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Paliyan, Gunungkidul, DIY. Karena tuduhan
itu, Harso dinilai merusak hutan dan melawan hukum. Dia pun dituntut 2 bulan
penjara dan denda Rp 400 ribu subsider 1 bulan penjara. Dan sempat mengecap sel
bui selama 1 bulan. Saat itu, 26 September 2014, terjadi kebakaran di 3 titik
di lahan BKSDA Paliyan. Lokasinya berdekatan dengan lahan milik Harso. Ketika
itu, pohon jati di BKSDA tumbang ke lahan Harso. Maka sang kakek pun
mengembalikan pohon yang melintang di lahannya itu ke BKSDA. Namun langkahnya
itu membawa Harso menyandang status tersangka hingga akhirnya dia ditahan
Polsek Paliyan Gunungkidul.
Kasus
Nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan
kurungan adalah salah satu contoh ketidakadilan hukum di Indonesia. Kasus ini
berawal dari pencurian 3 buah kakao oleh Nenek Minah. Saya setuju apapun yang
namanya tindakan mencuri adalah kesalahan. Namun demikian jangan lupa hukum
juga mempunyai prinsip kemanusiaan. Masak nenek-nenek kayak begitu yang buta
huruf dihukum hanya karena ketidaktahuan dan keawaman Nenek Minah tentang
hukum.
Nenek Minah duduk di depan pengadilan dengan wajah tuanya yang
sudah keriput dan tatapan kosongnya. Untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek
Minah harus meminjam uang Rp.30.000,- untuk biaya transportasi dari rumah ke
pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh. Seorang Nenek Minah saja bisa
menghadiri persidangannya walaupun harus meminjam uang untuk biaya transportasi.
Seorang pejabat yang terkena kasus hukum mungkin banyak yang mangkir dari
panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat. Tidak malukah
dia dengan Nenek Minah?. Pantaskah Nenek Minah dihukum hanya karena mencuri 3
buah kakao yang harganya mungkin tidak lebih dari Rp.10.000,-?. Dimana prinsip
kemanusiaan itu?. Adilkah ini bagi Nenek Minah?.
Bagaimana dengan koruptor?. Inilah sebenarnya yang menjadi
ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Begitu sulitnya menjerat mereka
dengan tuntutan hukum. Apakah karena mereka punya kekuasaan, punya kekuatan,
dan punya banyak uang ?, sehingga bisa mengalahkan hukum dan hukum tidak
berlaku bagi mereka para koruptor.
Sangat mudah menjerat hukum terhadap Nenek Minah, gampang sekali
menghukum seorang yang hanya mencuri satu buah semangka, begitu mudahnya
menjebloskan ke penjara suami-istri yang kedapatan mencuri pisang karena
keadaan kemiskinan. Namun demikian sangat sulit dan sangat berbelit-belit
begitu akan menjerat para koruptor dan pejabat yang tersandung masalah hukum di
negeri ini. Ini sangat diskriminatif dan memalukan sistem hukum dan keadilan di
Indonesia. Apa bedanya seorang koruptor dengan mereka-mereka itu?.
Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang
menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang
mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan
negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang
hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke
penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara
milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya.
BAB
III
KESIMPULAN
Berbicara
mengenai pemberlakuan dari HAM di Indonesia memang terlihat mencengangkan. Kasus-kasus
melanggar hokum yang bertentangan dengan HAM mulai banyak terjadi. Predikat
“Negara Indonesia adalah Negara Hukum” memberikan stigma bahwa setiap hukum
harus ditegakkan dan dilaksanakan walaupun kadang berlawanan dengan HAM. Namun,
realitanya hukum yang ada di Indonesia itu runcing di bawah tetapi tumpul
diatas, maksudnya bahwa hukum terasa tegas untuk
kalangan bawah tetapi hukum tidak tegas untuk kalangan orang-orang yang
memiliki jabatan yang tinggi.
Peraturan dan undang-undang yang mengatur mengenai
pelaksanaan HAM di Indonesia sebenarnya cukup banyak. Tetapi implementasi dari
peraturan tersebut cenderung dikesampingkan selama seseorang dianggap bersalah
didepan hukum, meski kesalahan/ pelanggaran tersebut bersifat rinagn (sepele).
Kasus seperti Nenek Arsyani, Kakek Harso, dan Nenek minah membuka mata kita
bahwa hukum di Indonesia menutup hati nuraninya. Padahal yang mereka lakukan
adalah untuk mempertahankan hidup mereka ditengah kemiskinan mereka. Tentunya
ini bertentangan dengan UUD Tahun 1945 pasal 28 A yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya”
Dengan pelanggaran hukum sepele yang mereka lakukan, mereka
harus dihadapkan dengan hukum dalam usia mereka yang telah renta. Sebenarnya
kasus mereka masih bisa dimusyawarahkan secara internal, tetapi langkah lembaga
tertentu untuk membuikan mereka sebagai pelajaran untuk orang lain tentunya
sangat kelewatan.
Kasus diatas berbeda dengan kasus yang dihadapi dengan koruptor,
penanganan kasus koruptor terkesan lamban. Bahkan para koruptor yang
jelas-jelas dijadikan tersangka masih bisa berjalan keluar masuk penjara dengan
mudahnya. Tidak hanya itu, penjara atau ruang tahanan koruptor di berbagai
Lapas bahkan dilengkapi dengan AC, kamar tidur, bahkan lemari pendingin.
Sedangkan para penghuni tahanan yang merupakan kasus kecil dan tidak merugikan
negara, mereka dibui di jeruji besi dan tidur hanya diatas lantai. Apakah itu
bisa dikatakan adil? Padahal dalam pasal Pasal 28 D berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlidungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
Berdasarkan uraian dan pembahasan HAM di Indonesia, bisa kita simpulkan
bahwa pelaksanaan HAM di Indonesia masih belum bisa bersikap adil. Pelaksanaan
HAM dikesampingkan dan tidak dijadikan sebagai rujukan yang memiliki nilai
hukum. Kedudukan yang sama di depan hukum terbantahkan karena uang, kedudukan,
dan jabatan seseorang. Oleh karena itu, perlu adanya
reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat
sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam
sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah
kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan
aspek kemanusiaan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
http://shendie-yarry.blogspot.com/2011/03/tentang-hak-asasi-manusia-dan-penerapan.html
1 Comments
(y)
ReplyDelete