MAKALAH PENERAPAN DAN PELAKSANAAN HAM

MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

“HAM, HAK YANG DIKESAMPINGKAN DI DEPAN HUKUM”


 





Disusun Oleh :
NAMA       :  GALANG SETIANTO
NIM           :  14.240.0213
KELAS      :  2P45

Dosen Pengampu : Wim Hapsoro, S.H., M.H.


STMIK WIDYA PRATAMA PEKALONGAN
TAHUN TAHUN 2014/ 2015

BAB I
PENDAHULUAN

HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.”
Berbicara mengenai pemberlakuan dari HAM di Indonesia memang terlihat mencengangkan. Kasus-kasus melanggar hokum yang bertentangan dengan HAM mulai banyak terjadi. Predikat “Negara Indonesia adalah Negara Hukum” memberikan stigma bahwa setiap hukum harus ditegakkan dan dilaksanakan walaupun kadang berlawanan dengan HAM.
Sebelum berbicara mengenai HAM, mari kita sedikit membahas hukum di Indonesia yang. Dalam salah satu pasal UUD menyebutkan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Namun, realitanya hukum yang ada di Indonesia itu runcing di bawah tetapi tumpul diatas, maksudnya bahwa hukum terasa tegas untuk kalangan bawah tetapi hukum tidak tegas untuk kalangan orang-orang yang memiliki jabatan yang tinggi.
Melihat kondisi tersebutlah yang melatar belakangi penulis untuk membahas mengenai pemberlakuan HAM di Indonesia. Penulis mencoba menguak keadaan pelanggaran HAM yang tejadi di Indonesia. Pasal-pasal mengenai HAM dan kasus-kasus terbaru mengenai HAM juga akan dibahas untuk mendapat kesimpulan dengan data yang kuat dan sesuai syarat.



BAB II
PEMBAHASAN

LATAR BELAKANG TERCIPTANYA HAM
Ide tentang hak asasi manusia yang berlaku saat ini merupakan senyawa yang dimasak di kancah Perang Dunia II. Selama perang tersebut, dipandang dari segi apa pun akan terlihat bahwa satu aspek berbahaya dari pemerintahan Hitler adalah tiadanya perhatian terhadap kehidupan dan kebebasan manusia. Karenanya, perang melawan kekuatan Poros dibela dengan mudah dari segi perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan yang mendasar. Negara Sekutu menyatakan di dalam "Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa" (Declaration by United Nations) yang terbit pada 1 Januari 1942, bahwa kemenangan adalah "penting untuk menjaga kehidupan, kebebasan, independensi dan kebebasan beragama, serta untuk mempertahankan hak asasi manusia dan keadilan.
Dalam pesan berikutnya yang ditujukan kepada Kongres, Presiden Franklin D. Roosevelt mengidentifikasikan empat kebebasan yang diupayakan untuk dipertahankan di dalam perang tersebut: kebebasan berbicara dan berekspresi, kebebasan beragama, kebebasan dari hidup berkekurangan, dan kebebasan dari ketakutan akan perang.
Pembunuhan dan kerusakan dahsyat yang ditimbulkan Dunia II menggugah suatu kebulatan tekad untuk melakukan sesuatu guna mencegah perang, untuk membangun sebuah organisasi internasional yang sanggup meredakan krisis internsional serta menyediakan suatu forum untuk diskusi dan mediasi. Organisasi ini adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa / PBB, yang telah memainkan peran utama dalam pengembangan pandangan kontemporer tentang hak asasi manusia. Para pendiri PBB yakin bahwa pengurangan kemungkinan perang mensyaratkan adanya pencegahan atas pelanggaran besar-besaran terhadap hak-hak manusia. Lantaran keyakinan ini, konsepsi-konsepsi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang paling awal pun bahkan sudah memasukkan peranan pengembangan hak asasi manusia dan kebebasan. Naskah awal Piagam PBB (1942 dan 1943) memuat ketentuan tentang hak asasi manusia yang harus dianut oleh negara manapun yang bergabung di dalam organisasi tersebut, namun sejumlah kesulitan muncul berkenaan dengan pemberlakuan ketentuan semacam itu. Lantaran mencemaskan prospek kedaulatan mereka, banyak negara bersedia untuk "mengembangkan" hak asasi manusia namun tidak bersedia "melindungi" hak itu.
Akhirnya diputuskan untuk memasukkan sedikit saja acuan tentang hak asasi manusia di dalam Piagam PBB (UN Charter), di samping menugaskan Komisi Hak Asasi Manusia (Commission on Human Rights) -- komisi yang dibentuk PBB berdasarkan sebuah ketetapan di dalam piagam tersebut -- untuk menulis sebuah pernyataan internasional tentang hak asasi manusia. Piagam itu sendiri menegaskan kembali "keyakinan akan hak asasi manusia yang mendasar, akan martabat dan harkat manusia, akan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan serta antara negara besar dan negara kecil." Para penandatangannya mengikrarkan diri untuk "melakukan aksi bersama dan terpisah dalam kerja sama dengan Organisasi ini "untuk memperjuangkan" penghargaan universal bagi, dan kepatuhan terhadap, hak asasi manusia serta kebebasan-kebebasan mendasar untuk seluruh manusia, tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.
Komisi Hak Asasi Manusia mempersiapkan sebuah pernyataan internasional tentang hak asasi manusia yang disetujui oleh Majelis Umum pada tanggal 10 Desember 1948. Pernyataan ini, yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi manusia (Universal Declaration of Human Rights), diumumkan sebagai "suatu standar pencapaian yang berlaku umum untuk semua rakyat dan semua negara" Hak-hak yang disuarakannya disebarkan lewat "pengajaran dan pendidikan" serta lewat "langkah1angkah progresif, secara nasional dan internasional, guna menjamin pengakuan, dan kepatuhan yang bersifat universal dan efektif terhadapnya. 
Meski hak asasi manusia dianggap menetapkan standar minimal, deklarasi-deklarasi kontemporer tentang hak asasi manusia cenderung untuk mencantumkan hak dalam jumlah yang banyak dan bersifat khusus, dan bukannya sedikit serta bersifat umum. Deklarasi Universal menggantikan tiga hak umum yang diajukan oleh Locke -- yakni hak atas kehidupan, kebebasan, dan kekayaan pribadi -- dengan sekitar Hak Asasi Manusia dua lusin hak khusus. Di antara hak-hak sipil dan politik yang dicanangkan adalah hak untuk bebas dari diskriminasi; untuk memiliki kehidupan, kebebasan, dan keamanan; untuk bebas beragama; untuk bebas berpikir dan berekspresi; untuk bebas berkumpul dan berserikat; untuk bebas dari penganiayaan dan hukuman kejam; untuk menikmati kesamaan di hadapan hukum; untuk bebas dari penangkapan secara sewenang-wenang; untuk memperoleh peradilan yang adil; untuk mendapat perlindungan terhadap kehidupan pribadi (privasi); dan untuk bebas bergerak. Hak sosial dan ekonomi di dalam Deklarasi mencakup hak untuk menikah dan membentuk keluarga, untuk bebas dari perkawinan paksa, untuk memperoleh pendidikan, untuk mendapatkan pekerjaan, untuk menikmati standar kehidupan yang layak, untuk istirahat dan bersenang-senang, serta untuk memperoleh jaminan selama sakit, cacat, atau tua.
Deklarasi Universal menyatakan bahwa hak-hak ini berakar di dalam martabat dan harkat manusia, serta di dalam syarat-syarat perdamaian dan keamanan domestik maupun internasional. Dalam penyebarluasan Deklarasi Universal sebagai sebuah. "standar pencapaian yang bersifat umum," PBB tidak bermaksud untuk menjabarkan hak-hak yang telah diakui di mana-mana atau untuk mengundangkan hak-hak ini di dalam hukum intemasional. Justru Deklarasi tersebut mencoba untuk mengajukan norma-norma yang ada di dalam moralitas-moralitas yang sudah mengalami pencerahan. Meski tujuan sejumlah besar partisipan Deklarasi itu adalah untuk menampilkan hak-hak ini di dalam sistem hukum domestik maupun internasional, hak tersebut dipandang bukan sebagai hak-hak hukum (legal rights) melainkan sebagai hak-hak moral yang berlaku secara universal (universal moral rights).
 Sejumlah kalangan mengusulkan agar suatu pernyataan hak asasi internasional di PBB hendaknya tidak berhenti menjadi sekadar suatu deklarasi melainkan juga tampil sebagai norma-norma yang didukung oleh prosedur penegakan yang mampu mengerahkan tekanan intemasional terhadap negara-negara yang melanggar hak asasi manusia secara besar-besaran. Rencana yang muncul di PBB adalah meneruskan Deklarasi Universal dengan perjanjian-perjanjian yang senada. Naskah Perjanjian Internasional (International Covenants) diajukan ke Majelis Umum guna mendapatkan persetujuan pada tahun 1953. Untuk menampung usulan mereka yang meyakini bahwa hak ekonomi dan hak sosial bukan merupakan hak asasi manusia yang sejati atau bahwa hak-hak tersebut tidak dapat diterapkan dalam cara yang sama dengan penerapan hak-hak sipil dan politik, dua perjanjian dirancang, yaitu Perjanjian Hak-hak Sipil dan Politik (Covenant on Civil and Political Rights) serta Perjanjian Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights). 
Lantaran permusuhan dalam era Perang Dingin saat itu, dan tamatnya dukungan bagi perjanjian hak asasi manusia yang dibuat Amerika Serikat, gerakan yang didasarkan pada Perjanjian Internasional ditangguhkan dalam waktu yang lama. Perjanjian itu belum juga disetujui Majelis Umum sampai 1966. Selama tahun-tahun tersebut ketika Perjanjian itu tampaknya tak berpengharapan, PBB mengeluarkan sejumlah perjanjian hak asasi manusia yang lebih terbatas yang bersangkutan dengan topik-topik yang relatif tidak kontroversial seperti pemusnahan suku bangsa / genosid, perbudakan, pengungsi, orang-orang tanpa kewarganegaraan, serta diskirminasi. 8 Perjanjian-perjanjian ini umumnya ditandatangani oleh sejumlah besar negara -- walau tidak ditandatangani oleh Amerika Serikat -- dan lewat mereka PBB mulai memetik sejumlah pengalaman untuk menjalankan perjanjian-perjanjian hak asasi manusia. 
Pada selang waktu antara Deklarasi Universal yang terbit pada tahun 1948 dan persetujuan akhir Majelis Umum bagi Perjanjian Intemasional yang keluar pada tahun 1966, banyak negara Afrika dan Asia yang baru terbebas dari kekuasaan penjajah, memasuki PBB. Negara-negara ini umumnya bersedia mengikuti upaya berani untuk menegakkan hak asasi manusia, namun mereka memodifikasikannya guna mewakili kepentingan dan kebutuhan mereka sendiri: mengakhiri kolonialisme, mengutuk eksploitasi negara-negara Barat terhadap negara-negara sedang berkembang, serta menghancurkan apartheid dan diskriminasi rasial di Afrika Selatan. Perjanjian yang lahir pada tahun 1966 itu menyatakan kebutuhan-kebutuhan tersebut: keduanya berisi paragraf-paragraf yang serupa yang menegaskan hak setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri dan untuk mengontrol sumber-sumber alam mereka sendiri. Hak atas kekayaan pribadi dan atas ganti rugi untuk kekayaan yang diambil oleh negara, yang tercantum dalam Deklarasi Universal, dihapuskan dari Perjanjian itu.
Setelah persetujuan dari Majelis Umum keluar pada tahun 1966, Perjanjian itu memerlukan tanda tangan dari tiga puluh lima negara untuk diikat di dalam daftar para penandatangan. Negara ketiga puluh lima menerakan tandatangan pada tahun 1976, dan Perjanjian itu kini berlaku sebagai hukum internasional. 




BEBERAPA KONSEP TENTANG PANDANGAN HAM
(1)   HAM Menurut Konsep Barat 
Istilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia. 
Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada Desember 1948. 
Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh ummat manusia. 
Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua: 
a.       Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja.
b.      Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.
Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya : 
1.      Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
2.      Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.
Jadi bahwa pembagian-pembagian ini hanya melihat dari sisi larangan negara untuk menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan sosial. 
(2)   HAM Menurut Konsep Islam 
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini. 
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. 
Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman: 
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)

KONDISI HAM DI INDONESIA
Kondisi penegakan hak asasi manusia di Indonesia selama kurun waktu 2004 masih jalan di tempat dan tidak lebih kondusif dibanding tahun 2003, menyusul masih banyaknya pelanggaran terhadap hak-hak sipil. Demikian menurut kesimpulan catatan akhir tahun Komisi Nasional HAM tentang kondisi HAM selama 2004. Selanjutnya seperti ditulis harian ‚Kompas‘ Komnas HAM berpendapat, saat ini masih belum terwujud rezim pemerintahan yang demokratis di Indonesia. Pemerintahan yang ada saat ini masih merupakan pemerintahan transisi dari rezim orde baru menuju rezim yang menjunjung tinggi nilai demokrasi.
Peringatan hari HAM menjadi momen penting untuk merefleksikan, melihat kembali, pelaksanaan HAM selama setahun. Pada tahun 2007 masih banyak terjadi pelanggaran HAM di bidang Sipil Politik (Sipol) maupun bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob). Di bidang Sipol masih terjadi kasus kekerasan, pemerkosaan, penyiksaan, pembunuhan, dan lain-lain. Di bidang Ekosob masih belum terpenuhinya hak dasar masyarakat seperti sandang, pangan, papan yang layak, hak atas kesehatan dan pendidikan yang masih terabaikan. Juga masih sering terjadi perampasan terhadap hak-hak masyarakat adat.
Secara umum perkembangan HAM di Indonesia tahun 2007 masih memprihatinkan. Padahal Indonesia sudah meratifikasi dua kovenan yaitu Kovenan Sipol (Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights) dan Kovenan Ekosob (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights). Kenyataan seperti ini menunjukkan HAM masih sekadar retorika, hanya menjadi ucapan lisan yang menyenangkan, tapi praktik pelaksanaan untuk mewujudkannya masih pahit dan getir.



HAK ASASI MANUSIA DALAM UNDANG-UNDANG
Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia direalisasikan dalam bentuk Undang-undang No.39 Tahun 1999 tanggal 23 september 1999.
Macam-macam hak asasi:
1.      Hak-hak asasi pribadi (personal right), yang meliputi:
Kebebasan menyatakan pendapat
Kebebasan memeluk agama
Kebebasan bergerak. Dan sebagainya.
2.      Hak-hak asasi ekonomi (property right), yang meliputi
Hak memiliki sesuatu
Hak membeli dan menjual
Hak memanfaatkannya
3.      Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (right of legal equality)
4.      Hak-hak asasi politik (political rights) yakni hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih dalam pemilihan umum), hak mendirikan parpol dan sebaginya.
5.      Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture rights), seperti hak untuk memiliki pendidikan, mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.

PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA DARI PERIODE KE PERIODE
Pelaksanaan HAM di Era Orde Lama
Pada era Orde Lama (1955-1965), situasi negara Indonesia diwarnai oleh berbagai macam kemelut di tingkat elite pemerintahan sendiri. Situasi kacau (chaos) dan persaingan di antara elite politik dan militer akhirnya memuncak pada peristiwa pembunuhan enam jenderal pada I Oktober 1965 oleh PKI,yang bertujuan atau dilatarbelakangi oleh adanya keinginan PKI untuk mengkomuniskan Indonesia. Kemudian diikuti dengan krisis politik dan kekacauan sosial. Pada masa ini persoalan hak asasi manusia tidak memperoleh perhatian berarti, bahkan cenderung semakin jauh dari harapan.

Pelaksanaan HAM di Era Orde Baru
Era Orde Baru (1966-1998) di bawah kepemimpinan Soeharto yang menyatakan diri hendak melakukan koreksi secara menyeluruh terhadap penyimpangan Pancasila dan UUD 1945. Walaupun juga tidak menunjukkan perkembangan yang berarti menyatakan sebagai orde konstitusional dan pembangunan, tetapi rezim ini banyak melakukan penyimpangan terhadap konstitusi dan melakukan kesewenangan atas nama pembangunan melalui berbagai tindak kejahatan HAM. Begitu pula rancangan Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak Serta Kewajiban Warga Negara yang disusun oleh MPRS pada 1966 tidak kunjung muncul dalam bentuk Ketetapan MPR hingga berakhirnya kekuasaan Orde Baru (1998). Tetapi, patut pula dicatat bahwa era keterbukaan dan meluasnya opini internasional tentang pentingnya mengembangkan demokratisasi dan perlindungan terhadap HAM telah memberi tekanan terhadap pemerintahan Soeharto untuk melakukan beberapa perubahan. Tercatat dalam masa pemerintahan Orde Baru telah dikeluarkan Keppres No. 50 Tahun 1993 tentang pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Meski demikian, dalam sejarah panjang kekuasaan rezim Orde Baru terdapat praktik penyalahgunaan kekuasaan politik dan kehakiman yang luar biasa, juga penutupan beberapa media massa, serta penghilangan paksa terhadap para aktivis pro-demokrasi.

Pelaksanaan HAM di Era Reformasi Sampai Sekarang
Pasca pemerintahan Orde Baru (era Reformasi), era ketika persoalan demokratisasi dan hak asasi manusia menjadi topik utama, telah banyak lahir produk peraturan perundangan tentang hak asasi manusia. Sampai sekarang ini meskipun masalah tentang pengaturan HAM di Indonesia dibahas secara detail dan lengkap, akan tetapi pelaksanaannya tidak berjalan dengan baik.
Sepanjang tahun 2008 ini berbagai kemajuan di bidang HAM dan kebebasan dasar itu di hadang oleh perilaku kekerasan mayoritas terhadap kelompok minoritas agama maupun politik. Para pemeluk agama minoritas maupun kepercayaan-kepercayaan yang lain yang mendukung di berlakukan bukan saja di lakukan secara diskriminatif namun juga mengalami kekerasan fisik dan serangan di sekolah-sekolah dan rumah ibadah seperti jemaah ahmadiyah, gereja tani mulya dll. Selain itu juga banyak kasus salah tangkap dan berbagai kekerasan lainnya.

HAM DALAM PERSPEKTIF PANCASILA
Pancasila memandang bahwa manusia dianugerahi oleh Tuhan akal, budi dan nurani untuk dapat membedakan hal baik dan buruk yang kemudian menjadi pembimbing dan pengarah perilaku manusia. HAM dalam nilai dasar pancasila tidak saja berisi kebebasan dasar tetapi juga berisi kewajiban dasar yang melekat secara kodrati. Hak dan kewajiban asasi ini tidak dapat diingkari dan menjadi dasar berbangsa dan bernegara. Maka nampak sekali bahwa konsep hak asasi yang berlaku di Indonesia adalah penjabaran dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab dan disemangati oleh sila-sila lainnya dari Pancasila.
 Hak asasi manusia ditinjau dari sila-sila Pancasila mempunyai definisi sebagai berikut :
1.      Hak Asasi Manusia menurut Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Pada sila pertama ini terdapat pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menjamin setiap orang untuk melakukan ibadah menurut keyakinannya masing-masing. Dan menjamin kemerdekaan beragama bagi setiap orang untuk memilih serta menjalankan agamanya masing-masing.
2.      Hak Asasi Manusia menurut Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan sikap yang menghendaki terlaksananya nilai-nilai kemanusiaan (human values), dalam arti pengakuan terhadap martabat manusia (dignity of man), hak asasi manusia (human rights) dan kebebasan manusia (human freedom). Sila kemanusiaan yang adil dan beradab sangat erat kaitannya dengan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Hubungan antar manusia dalam bermasyarakat dan bernegara diatur agar berlandaskan moralitas secara adil dan beradab.
3.      Hak Asasi Manusia menurut Sila Persatuan Indonesia
Kesadaran kebangsaan Indonesia lahir dari keinginan untuk bersatu dari suatu bangsa agar setiap orang menikmati hsak-hak asasinya tanpa pembatasan dan belenggu dari manapun datangnya. Hal ini memiliki nilai kelokalan yang terinspirasi dari negara Jerman. Sila ini mengandung ide dasar bahwa rakyat Indonesia meletakan kepentingan dan keselamatan bangsa di atas kepentingan dan keselamatan pribadi.
4.      Hak Asasi Manusia menurut Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
Sila ini merupakan inti ajaran demokrasi Pancasila, baik dalam arti formal maupun material. Kedaulatan rakyat berarti kekuasaan dalam negara berada di tangan rakyat. Kedaulatan rakyat disalurkan secara demokratis melalui badan perwakilan yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Kedaulatan rakyat itu terwujud dalam bentuk hak asasi manusia antara lain : 1. Hak mengeluarkan pendapat 2. Hak berkumpul dan mengadakan rapat 3. Hak ikut serta dalam pemerintahan 4. Hak menduduki jabatan Demokrasi yang dikembangkan di Indonesia berintikan nilai-nilai agama, kesamaan budaya, pola pikir bangsa serta sumbangan nilai-nilai kontemporer, dengan mengedepankan pengambilan keputusan secara musyawarah, bukan pada suara mayoritas.
5.      Hak Asasi Manusia menurut Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila ini berkaitan erat dengan nilai-nilai kemanusiaan dimana setiap warga negara memiliki kebebasan hak milik dan jaminan sosial, serta berhak mendapatkan pekerjaan dan perlindungan kesehatan. Sila ini mengandung prinsip usaha bersama dalam mencapai cita-cita masyarakat yang adil dan makmur.





PELANGGARAN HAM DI INDONESIA

1.      Pelanggaran Ham Oleh TNI
Umumnya terjadi pada masa pemerintahan Presiden Suharto, dimana (dikemudian hari berubah menjadi TNI dan Polri) menjadi alat untuk menopang kekuasaan.Pelanggaran HAM oleh TNI mencapai puncaknya pada akhir masa pemerintahan Orde Baru, dimana perlawananrakyat semakin keras.
2.      Kasus Pelanggaran HAM yang Terjadi  di  Maluku
 Konflik dan kekerasan yang terjadi di Kepulauan Maluku sekarangtelah berusia 2 tahun 5 bulan; untuk Maluku Utara 80% relatif aman, Maluku Tenggara 100% aman dan relatifstabil, sementara di kawasan Maluku Tengah (Pulau Ambon, Saparua, Haruku, Seram dan Buru) sampai saat inimasih belum aman dan khusus untuk Kota Ambon sangat sulit diprediksikan, beberapa waktu yang lalu sempattenang tetapi sekitar 1 bulan yang lalu sampai sekarang telah terjadi aksi kekerasan lagi dengan modus yangbaru ala ninja/penyusup yang melakukan operasinya di daerah–daerah perbatasan kawasan Islam dan Kristen(ada indikasi tentara dan masyarakat biasa).Penyusup masuk ke wilayah perbatasan dan melakukan pembunuhan serta pembakaran rumah. Saat inimasyarakat telah membuat sistem pengamanan swadaya untuk wilayah pemukimannya dengan membuatbarikade-barikade dan membuat aturan orang dapat masuk/keluar dibatasi sampai jam 20.00, suasana kotasampai saat ini masih tegang, juga masih terdengar suara tembakan atau bom di sekitar kota.Akibat konflik/kekerasan ini tercatat 8000 orang tewas, sekitar 4000 orang luka– luka, ribuan rumah,perkantoran dan pasar dibakar, ratusan sekolah hancur serta terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konflikyang sekarang telah menjadi pengungsi di dalam/luar Maluku.Masyarakat kini semakin tidak percaya dengan dengan upaya– upaya penyelesaian konflik yang dilakukankarena ketidak-seriusan dan tidak konsistennya pemerintah dalam upaya penyelesaian konflik, ada ketakutandi masyarakat akan diberlakukannya Daerah Operasi Militer di Ambon dan juga ada pemahaman bahwa umatIslam dan Kristen akan saling menyerang bila Darurat Sipil dicabut.Banyak orang sudah putus asa, bingung dan trauma terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di Ambonditambah dengan ketidak-jelasan proses penyelesaian konflik serta ketegangan yang terjadi saat ini.Komunikasi sosial masyarakat tidak jalan dengan baik, sehingga perasaan saling curiga antar kawasan terusada dan selalu bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang menginginkan konmflik jalan terus. Perkembangansituasi dan kondisis yang terakhir tidak ada pihak yang menjelaskan kepada masyarakat tentang apa yangterjadi sehingga masyrakat mencari jawaban sendiri dan membuat antisipasi sendiri.Wilayah pemukiman di Kota Ambon sudah terbagi 2 (Islam dan Kristen), masyarakat dalam melakukanaktifitasnya selalu dilakukan dilakukan dalam kawasannya hal ini terlihat pada aktifitas ekonomi seperti pasarsekarang dikenal dengan sebutan pasar kaget yaitu pasar yang muncul mendadak di suatu daerah yang dulunyabukan pasar hal ini sangat dipengaruhi oleh kebutuhan riil masyarakat; transportasi menggunakan jalur lauttetapi sekarang sering terjadi penembakan yang mengakibatkan korban luka dan tewas; serta jalur–jalur distribusi barang ini biasa dilakukan diperbatasan antara supir Islam dan Kristen tetapi sejak 1 bulan lalusekarang tidak lagi juga sekarang sudah ada penguasa-penguasa ekonomi baru pasca konflik.Pendidikan sangat sulit didapat oleh anak–anak korban langsung/tidak langsung dari konflik karenabanyak diantara mereka sudah sulit untuk mengakses sekolah, masih dalam keadaan trauma, program
Pendidikan Alternatif Maluku sangat tidak membantu proses perbaikan mental anak malah menimbulkanmasalah baru di tingkat anak (beban belajar bertambah) selain itu masyarakat membuat penilaian negatifterhadap aktifitas NGO (PAM dilakukan oleh NGO).Masyarakat Maluku sangat sulit mengakses pelayanan kesehatan, dokter dan obat–obatan tidak dapatmencukupi kebutuhan masyarakat dan harus diperoleh dengan harga yang mahal; puskesmas yang ada banyakyang tidak berfungsi.Belum ada media informasi yang dianggap independent oleh kedua pihak, yang diberitakan oleh mediacetak masih dominan berita untuk kepentingan kawasannya (sesuai lokasi media), ada media yang selama inimelakukan banyak provokasi tidak pernah ditindak oleh Penguasa Darurat Sipil Daerah (radio yang selama inidigunakan oleh Laskar Jihad (radio SPMM/Suara Pembaruan Muslim Maluku).



3.      Pelanggaran HAM oleh Mantan Gubernur Tim-Tim
 Abilio Jose Osorio Soares, mantan Gubernur Timtim, yang diadili oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM)ad hoc di Jakarta atas dakwaan pelanggaran HAM berat di Timtim dan dijatuhi vonis 3 tahun penjara. Sebuahkeputusan majelis hakim yang bukan saja meragukan tetapi juga menimbulkan tanda tanya besar apakah vonishakim tersebut benar-benar berdasarkan rasa keadilan atau hanya sebuah pengadilan untuk mengamankansuatu keputusan politik yang dibuat Pemerintah Indonesia waktu itu dengan mencari kambing hitam atautumbal politik. Beberapa hal yang dapat disimak dari keputusan pengadilan tersebut adalah sebagai berikutini.Pertama, vonis hakim terhadap terdakwa Abilio sangat meragukan karena dalam Undang-Undang (UU) No26/2000 tentang Pengadilan HAM Pasal 37 (untuk dakwaan primer) disebutkan bahwa pelaku pelanggaran beratHAM hukuman minimalnya adalah 10 tahun sedangkan menurut pasal 40 (dakwaan subsider) hukumanminimalnya juga 10 tahun, sama dengan tuntutan jaksa. Padahal Majelis Hakim yang diketuai Marni EmmyMustafa menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dengan denda Rp 5.000 kepada terdakwa Abilio Soares.
Bagi orang yang awam dalam bidang hukum, dapat diartikan bahwa hakim ragu-ragu dalam mengeluarkankeputusannya. Sebab alternatifnya adalah apabila terdakwa terbukti bersalah melakukan pelanggaran HAMberat hukumannya minimal 10 tahun dan apabila terdakwa tidak terbukti bersalah ia dibebaskan dari segala tuduhan. Kedua, publik dapat merasakan suatu perlakuan “diskriminatif” dengan keputusan terhadap terdakwa Abilio tersebut karena terdakwa lain dalam kasus pelanggaran HAM berat Timtim dari anggota TNI dan Polri divonisbebas oleh hakim.



PASAL YANG MEMBAHAS MENGENAI HAM
Berikut merupakan beberapa contoh pasal-pasal dalam UUD Tahun 1945 :
1) Pasal 27 UUD 1945, berbunyi:
(1)   “Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerinatah itu dengan tidak ada kecualinya”.
(2)   Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(3)   “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”
2) Pasal 28 UUD 1945
”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”
3) Pasal 28 A         
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya
4) Pasal 28 B
(1)     Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah
(2)     Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
5) Pasal 28 C
(1)   Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2)   Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya
6) Pasal 28 D
(1)   Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlidungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum
(2)   Setiap orang berhak untuk berkerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
(3)   Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalm pemerintahan
(4)   Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan
7) Pasal 28 E
(1)     Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
(2)     Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya.
(3)     Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
8) Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
9) Pasal 28 G
(1)   Setiap orang berhak atas perlindung diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya.
(2)   Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
10) Pasal 28 H
(1)   Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2)   Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan
(3)   Setiap orang berhak atas imbalan jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat
(4)   Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun.
11) Pasal 28 I
(1)   Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(2)   Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yanbg bersifat diskriminatif atas dasar apaun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3)   Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4)   Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah
(5)   Untuk menegakkan dan melindungi hak asaso manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokrastis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
12) Pasal 28 J
(1)   Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2)   Dalam menajalan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimabangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokrastis.
13) Pasal 29
(1)   Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa
(2)   Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk berinadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
14) Pasal 30 ayat (1)
(1)    Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
15) Pasal 31
(1)   Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
(2)   Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
16) Pasal 32 AYAT (1)
(1)   Negara mamajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
17)  Pasal 33
(1)   Perekonomian disusun sebagi usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan
(2)   Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3)   Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
18)  Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.




KASUS HUKUM YANG BERTENTANGAN DENGAN HAM
Sekarang ini masih ramai-ramainya kisah mengenai Nenek Arsyani yang diduga mengembil 7 batang pohon jati yang diduga milik Perhutani. Padahal menurut Nenek Arsyani jati tersebut diambil dari lahan yang digarapnya.
Kisah tersebut tidak berbeda dengan yang dialami Bapak Harso, Harso dilaporkan ke polisi karena dituduh menebang pohon di kawasan Hutan Suaka Margasatwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Paliyan, Gunungkidul, DIY. Karena tuduhan itu, Harso dinilai merusak hutan dan melawan hukum. Dia pun dituntut 2 bulan penjara dan denda Rp 400 ribu subsider 1 bulan penjara. Dan sempat mengecap sel bui selama 1 bulan. Saat itu, 26 September 2014, terjadi kebakaran di 3 titik di lahan BKSDA Paliyan. Lokasinya berdekatan dengan lahan milik Harso. Ketika itu, pohon jati di BKSDA tumbang ke lahan Harso. Maka sang kakek pun mengembalikan pohon yang melintang di lahannya itu ke BKSDA. Namun langkahnya itu membawa Harso menyandang status tersangka hingga akhirnya dia ditahan Polsek Paliyan Gunungkidul.
Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan kurungan adalah salah satu contoh ketidakadilan hukum di Indonesia. Kasus ini berawal dari pencurian 3 buah kakao oleh Nenek Minah. Saya setuju apapun yang namanya tindakan mencuri adalah kesalahan. Namun demikian jangan lupa hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan. Masak nenek-nenek kayak begitu yang buta huruf dihukum hanya karena ketidaktahuan dan keawaman Nenek Minah tentang hukum.
Nenek Minah duduk di depan pengadilan dengan wajah tuanya yang sudah keriput dan tatapan kosongnya. Untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek Minah harus meminjam uang Rp.30.000,- untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh. Seorang Nenek Minah saja bisa menghadiri persidangannya walaupun harus meminjam uang untuk biaya transportasi. Seorang pejabat yang terkena kasus hukum mungkin banyak yang mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat. Tidak malukah dia dengan Nenek Minah?. Pantaskah Nenek Minah dihukum hanya karena mencuri 3 buah kakao yang harganya mungkin tidak lebih dari Rp.10.000,-?. Dimana prinsip kemanusiaan itu?. Adilkah ini bagi Nenek Minah?.
Bagaimana dengan koruptor?. Inilah sebenarnya yang menjadi ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Begitu sulitnya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Apakah karena mereka punya kekuasaan, punya kekuatan, dan punya banyak uang ?, sehingga bisa mengalahkan hukum dan hukum tidak berlaku bagi mereka para koruptor.
Sangat mudah menjerat hukum terhadap Nenek Minah, gampang sekali menghukum seorang yang hanya mencuri satu buah semangka, begitu mudahnya menjebloskan ke penjara suami-istri yang kedapatan mencuri pisang karena keadaan kemiskinan. Namun demikian sangat sulit dan sangat berbelit-belit begitu akan menjerat para koruptor dan pejabat yang tersandung masalah hukum di negeri ini. Ini sangat diskriminatif dan memalukan sistem hukum dan keadilan di Indonesia. Apa bedanya seorang koruptor dengan mereka-mereka itu?.
Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya.




BAB III
KESIMPULAN

Berbicara mengenai pemberlakuan dari HAM di Indonesia memang terlihat mencengangkan. Kasus-kasus melanggar hokum yang bertentangan dengan HAM mulai banyak terjadi. Predikat “Negara Indonesia adalah Negara Hukum” memberikan stigma bahwa setiap hukum harus ditegakkan dan dilaksanakan walaupun kadang berlawanan dengan HAM. Namun, realitanya hukum yang ada di Indonesia itu runcing di bawah tetapi tumpul diatas, maksudnya bahwa hukum terasa tegas untuk kalangan bawah tetapi hukum tidak tegas untuk kalangan orang-orang yang memiliki jabatan yang tinggi.
Peraturan dan undang-undang yang mengatur mengenai pelaksanaan HAM di Indonesia sebenarnya cukup banyak. Tetapi implementasi dari peraturan tersebut cenderung dikesampingkan selama seseorang dianggap bersalah didepan hukum, meski kesalahan/ pelanggaran tersebut bersifat rinagn (sepele). Kasus seperti Nenek Arsyani, Kakek Harso, dan Nenek minah membuka mata kita bahwa hukum di Indonesia menutup hati nuraninya. Padahal yang mereka lakukan adalah untuk mempertahankan hidup mereka ditengah kemiskinan mereka. Tentunya ini bertentangan dengan UUD Tahun 1945 pasal 28 A yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”
Dengan pelanggaran hukum sepele yang mereka lakukan, mereka harus dihadapkan dengan hukum dalam usia mereka yang telah renta. Sebenarnya kasus mereka masih bisa dimusyawarahkan secara internal, tetapi langkah lembaga tertentu untuk membuikan mereka sebagai pelajaran untuk orang lain tentunya sangat kelewatan.
Kasus diatas berbeda dengan kasus yang dihadapi dengan koruptor, penanganan kasus koruptor terkesan lamban. Bahkan para koruptor yang jelas-jelas dijadikan tersangka masih bisa berjalan keluar masuk penjara dengan mudahnya. Tidak hanya itu, penjara atau ruang tahanan koruptor di berbagai Lapas bahkan dilengkapi dengan AC, kamar tidur, bahkan lemari pendingin. Sedangkan para penghuni tahanan yang merupakan kasus kecil dan tidak merugikan negara, mereka dibui di jeruji besi dan tidur hanya diatas lantai. Apakah itu bisa dikatakan adil? Padahal dalam pasal Pasal 28 D berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlidungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
Berdasarkan uraian dan pembahasan HAM di Indonesia, bisa kita simpulkan bahwa pelaksanaan HAM di Indonesia masih belum bisa bersikap adil. Pelaksanaan HAM dikesampingkan dan tidak dijadikan sebagai rujukan yang memiliki nilai hukum. Kedudukan yang sama di depan hukum terbantahkan karena uang, kedudukan, dan jabatan seseorang. Oleh karena itu, perlu adanya reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek kemanusiaan.




BAB IV
DAFTAR PUSTAKA


http://shendie-yarry.blogspot.com/2011/03/tentang-hak-asasi-manusia-dan-penerapan.html

Post a Comment

1 Comments