PEMUDA
PANCASILA DALAM PEMBARUAN DEMOKRASI YANG BERBUDAYA
Demokrasi menurut
Abraham Lincoln merupakan pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat. Sedangkan secara bahasa, demokrasi merupakan pemerintah yang
kedaulatanya di tangan rakyat. Namun, pada dasarnya kedua pengertian tersebut
sama-sama menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
Demokrasi bertujuan
untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat suatu bangsa sehingga demokrasi sangat
berarti bagi bangsa Indonesia. Seperti yang kita ketahui bahwa kesejahteraan
rakyat merupakan unsur penting bagi negara Indonesia. Maklum, Indonesia
merupakan salah satu negara besar yang terdiri dari ribuan pulau dengan
penduduk terbesar ke dua di dunia setelah Cina. Rakyat menjadi objek utama
demokrasi yang harus diperhatikan agar mencapai persatuan bangsa yang berdaulat
sehingga tidak megakibatkan perpecahan bagi bangsa Indonesia. Dengan demikian
demokrasi sangat berarti bagi bangsa Indonesia.
Berbicara mengenai
demokrasi, pasti tidak akan jauh dengan pemilu (pemilihan umum) karena pemilu
merupakan lembaga demokrasi. Pemilu menjadi sangat penting karena pemilu digunakan untuk memilih pemimpin di
negeri ini, baik itu sebagai Kepala Desa, DPR, maupun Presiden. Pemimpin negara
bisa dikatakan sebagai penentu jalannya pemerintah. Oleh karena itu, kita jangan
salah pilih dalam memilih pemimpin yaitu dengan cara mengikuti pelaksanaan
pemilihan umum dengan berbasis pada luber jurdil.
Dalam kenyataannya
pemilu di Indonesia bisa dikatakan sebagai demokrasi semu. Hal ini dapat
dilihat dari maraknya tindak kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan umum, yaitu
berupa politik dan penggelembungan suara. Selain itu, tindakan golput (golongan
putih) juga mewarnai pelaksaan pemilu di Indonesia. Dengan demikian, tidak
menutup kemungkinan pemimpin yang tidak layak bisa terpilih. Jika kita melihat
fakta di atas, pertanyaan yang muncul adalah di mana demokrasi Indonesia? Apakah
demokrasi hanya sebagai wacana tertulis yang tidak terealisasikan? Padahal
peran demokrasi sangat penting bagi Indonesia. Jika partisipasi terhadap
lembaga demokrasi seperti pemilu sangat mengenaskan, maka tujuan untuk mencapai
kesejahteraan rakyat tidak akan bisa tercapai.
Melihat kondisi pesta
demokrasi Indonesia yang menguatirkan, tentu saja perlu dilakukan penanganan
agar Indonesia yang akan datang menjadi lebih baik. Pemuda sebenarnya mempunyai
peran yang penting pada hal ini, karena pemudalah yang menjadi penerus bangsa
yang paling potensial. Namun, bagaimana dengan pemuda Indonesia? Sebagian
mereka sekarang ini menjadi budak zaman karena selalu mengikuti perkembangan zaman.
Mereka lebih menyukai budaya barat dan terkesan tidak terlalu memperdulikan
bangsa ini.
Pemuda sekarang juga tidak
jarang mencemooh bangsa ini dan mengkritisi bangsa Indonesia. Namun, pemuda
yang demikian tidak melakukan tindakan yang bisa memperbaiki bangsa Indonesia
menuju “Indonesia yang Lebih Baik”. Lalu bagaimana peran pemuda sebagai Agent of Change (agen perubahan)? Pemuda
bangsa turut andil dalam persoalan besar di negara ini, karena nasib suatu
bangsa tergantung para pemudanya tergantung genersi muda akan membawa kemana
bangsa ini.
Pemilihan umum memang
menjadi wujud konkret adanya demokrasi yang diselenggarakan pemerintah. Dalam
pelaksanaan pemilihan umum, warga negara berperan menentukan pemimpin di negeri
ini.Pemilu juga memiliki asas “LUBER JURDIL”, yaitu Langsung,Umum, Bebas,
Rahasia, Jujur dan Adil. Asas tersebut bukan tanpa alasan, tetapi digunakan
untuk memilih wakil dan pemimpin rakyat yang sesuai kehendak rakyat sehingga
diharapkan mampu menyejahterakan rakyat. Hal itu dikarenakan wakil dan pemimpin
terpilih adalah orang yang memiliki suara terbanyak atau suara mayoritas
rakyat.
. Jika kita menelaah
lebih dalam pelaksanaan pesta demokrasi di Indonesia, kita akan menemukan
kesemuan dalam demokrasi di Indonesia. Demokrasi semu yang dimaksud adalah
kondisi rakyat tidak melaksanakan kewajibannya sebagai pemegang kedaulatan
pemerintah sesuai dengan nilai dan budaya demokrasi. Wujud kesemuan demokrasi
di Indonesia bisa kita lihat dari maraknya kasus pelanggaran pemilihan umum
sebagai pilar demokrasi adalah politik uang dan golput. Politik uang marak
terjadi pada pemilihan tingkat Kepala Desa dan Legislatif.
Praktik jual beli suara bahkan sudah membudaya
dalam lapisan masyarakat terutamadi desa. Yang lebih mengawatirkan, sekarang
ini politik uang menjadi alasan utama mengapa Pilihan Kepala Desa dan
Legislatif menjadi acara yang sangat
ditunggu-tunggu di pedesaan, bahkan jumlah uang yang diterima dari calon kepala
desa tidak jarang menjadi kebanggaan mereka. Mereka tidak tahu bahwa suatu saat
nanti para pelaku politik uang akan mengambil uang yang menjadi hak mereka
dengan cara korupsi, karena semua orang pasti tidak ingin rugi dengan
membagi-bagikan uang secara cuma-cuma.
Sepertinya wajar jika
para pejabat negara banyak melakukan korupsi karena pemilihan umum yang
dilaksanakan banyak diwarnai politik uang. Sepanjang 2013, jumlah tersangka
kasus korupsi meningkat menjadi 1271 orang. Pada 2012, jumlah tersangka kasus
korupsi hanya 887 orang, 2011 berjumlah 1053 orang, dan 2010 sebanyak 877 orang[1].
Hal ini berbanding lurus dengan jumlah politik uang pada Pemilu Legislatif 2014
tercatat 313 kasus, tahun 2009 sebanyak 150 laporan, pada tahun 2004 berjumlah
113 temuan dan pada tahun 1999 hanya 62 kasus[2].
Penulis mempunyai
alasan tersendiri mengapa praktik politik uang tidak bisa diselesaikan, yaitu :
1. Politik
uang sudah melekat pada masyarakat bahkan sudah membudaya
2. Lembaga
pengawas pemilihan umum tidak berfungsi secara maksimal
3. Masyarakat
takut melaporkan politik uang yang terjadi
4. Uang
telah mengalahkan pola pikir masyarakat
Praktik politik uang
tentu tidak sesuai dengan demokrasi yang bersumber pada budaya bangsa. Dengan
adanya politik uang warga negara tidak bisa melaksanakan kebebasan dalam menentukan
pilihan secara Luber Jurdil, karena terpengaruh uang dan bahkan pemaksaan.
Peribahasa “Suara Rakyat Suara Tuhan” mungkin terpatahkan, bahkan bisa menjadi
“Suara Rakyat Suara Uang”. Krisis moral benar-benar mendera bangsa Indonesia.
Uang mengambil alih posisi rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
Praktik golput
(golongan putih) atau golongan yang tidak mengikuti pelaksanaan pemilihan umum
juga cukup menguhawatirkan. Berdasarkan data dari KPU, angka partisipasi
pemilih dalam pemilu calon Legislatif pada tahun 2004 berjumlah 84%. Sementara
pada pemilu tahun 2009 jumlahnya menurun menjadi 71%.[3]
Dengan data yang demikian, dapat kita simpulkan bahwa tingkat partisipasi
pemilih menurun tiap periode dari 2004 hingga 2009 dan berarti praktik golput
semakin tinggi. Kalau hal ini dibiarkan terjadi maka pemimpin terpilih Indonesia bisa jadi sebagai
pemimpin yang tidak diharapkan rakyat.
Mengamati pada pemilu
legislatif yang telah diselenggarakan pada 9 April 2014, kebanyakan kita tidak
mengenal karakter dari para calon legislatif. Sebagai Pemuda Pancasila yang
kritis dan antipolitik uang tentunya tidak mau salah memilih pemimpin. Suara
mereka adalah penentu masa depan negara ini. Pemimpin yang buruk tentunya akan
membinasakan negeri ini. Namun, jika kita bingung memilih karena tidak mengenal
dan kita memilih golput karena tidak mengenal calon legislatif itu sama artinya
menyerahkan masa depan bangsa pada kehancuran karena itu sama halnya
menelantarkan negara ini.
Solusi yang paling
tepat untuk mengatasi politik uang dan golput adalah melalui melalui 4M, yaitu
Memaksimalkan, Memberi Hadiah dan Perlindungan,
Menyosialisasikan, dan Memberi Sanksi. Memaksimalkan, maksudnya pemerintah perlu memksimalkan lembaga
pemilu terutama Panwaslu, yaitu dengan cara penerapan studi lapangan pada
pengawasan pemilu, kalau perlu panwaslu melakukan survei secara tersembunyi
dengan membaur dengan masyarakat. Memberi
Hadiah dan Perlindungan, maksudnya pemerintah perlu memberi hadiah pada
orang yang berani mengungkap pelanggaran pemilu, tetapi pemerintah juga perlu menjamin saksi
dengan perlindungan dari berbagai ancaman yang mungkin dilakukan oleh pihak
terduga. Dengan hadiah dan jaminan perlindungan tersebut diharapkan masyarakat
terpacu dan berani mengungkap pelanggaran pemilu. Menyosialisasikan, maksudnya pemerintah perlu menyosialisasikan
arti pentingnya pemilu bagi masyarakat, baik pemuda maupun dewasa agar
melaksanakan pemilu secara “LUBER JURDIL”. Sosialisasi diperlukan agar masyarakat
dapat menggunakan hak pilihnya secara maksimal dan tidak melakukan golput. Sosialisasi
bagi para calon pemilu juga diperlukan agar mereka melakukan kampanye sesuai
dengan aturan yang berlaku. Selain itu, kampanye melalui sosialisasi calon
pemilu pada masyarakat juga sangat diperlukan agar masyarakat dapat
mempertimbangkan kelayakan seorang pemimpin, bukan justru melalui politik uang.
Memberi Sanksi, maksudnya pemerintah harus memberi sanksi yang berat dan
tegas untuk membuat jera pelaku maupun pihak yang terkait politik uang tersebut.
Sanksi bagi pelaku golput, juga perlu diberlakukan agar partisipasi pemilu
meningkat. Namun, sebelumnya perlu merubah pemilihan umum yang sebelumnya hanya
“hak warga negara” menjadi “kewajiban warga negara” disertai peraturan atau
undang-undangnya, itu benar-benar diperlukan jika pemerintah benar-benar ingin
serius mengatasi golput.
Pada penerapan 4M dalam
rangka menyelesaikan permasalahan politik juga memerlukan peran pemuda. Pemuda
mmempunyai peran Agent of Control,
yaitu peran pemuda untuk ikut mengawasi penyelenggaraan pemilu. Pemuda dapat
memaksimalkan 4M, terutama Menyosialisasi dan Memaksimalkan. Dengan memberi
ruang dalam memaksimalkan pengawasan pemilu tepatnya studi lapangan dan survei
mendalam untuk mencari data pelanggaran politik uang. Selain itu, sosialisasi
pentingnya pemilu dan antigolput juga perlu dilakukan pemuda pada kalangannya
agar memberi tahu pada orang tuanya. Hal ini dikarenakan pemuda lebih mudah
menjalin komunikasi antar sesama dan pemuda banyak berpartisipasi dalam pemilu,
seperti yang kita lihat pada kampanye politik yang selalu diikuti oleh banyak
pemuda.
Pemuda
sebagai generasi penerus bangsa tentunya memiliki peran dalam menentukan
kualitas demokrasi di Indonesia. Namun, di kalangan pemuda sekarang ini terjadi
penurunan moral bangsa. Pengagungan budaya barat dan isu kebobrokan negeri yang
dipublikasi di media masa mengikis rasa bangga dan nasionalisme terhadap
bangsa. Seperti yang kita tahu, kebanyakan media masa menyajikan kebobrokan bangsa
Indonesia dan hanya menyajikan rubrik yang memuat prestasi bangsa. Padahal, Apa yang dibaca oleh generasi muda sekarang akan
menentukan maju mundurnya suatu bangsa, sehingga munculah teori “ You Are What
You Read”[4]
Pemerintah perlu
memperbanyak publikasi hal yang berkaitan dengan wawasan bangsa agar masyarakat, terutama pemuda agar menumbuhkan
kebanggaan dan nasionalismenya. Selain itu sosialisasi nilai pancasila juga
diperlukan agar pemuda memiliki jiwa nasionalisme, sebagai ideologi Pancasila
tentu saja menyimpan tujuan dan cita-cita bangsa yang perlu diwariskan kepada
generasi muda untuk memimpin bangsa selanjutnya. Generasi muda yang memegang
teguh nilai-nilai Pancasila dan mengaplikasikan pada kehidupan nyata disebut
Pemuda Pancasila.
Pemuda Pancasila
diharapkan mampu berperan aktif dalam penyelenggaraan pesta demokrasi. Mereka
diharapkan ikut serta mengawasi pemilu yang dilaksanakan dan ikut
menyosialisasikan pemilu yang Luber Jurdil. Mereka merupakan golongan yang
paling potensial sebagai Agent of Change
atau agen perubahan yang bertujuan merubah bangsa Indonesia menjadi “Indonesia
yang Lebih Baik”. Selain itu, generasi muda juga memiliki hubungan yang luas
terutama dalam bidang teknologi dan komunikasi sehingga mendukung peran mereka
sebagai agen perubahan.
Pemuda potensial
sekarang ini tidak memiliki banyak tempat untuk melakukan tugas mereka untuk
mencapai “Indonesia yang Lebih Baik”, dengan alasan minimnya pengalaman mereka
disingkirkan oleh golongan tua yang katanya penuh pengalaman. Padahal, penduduk
di Indonesia kebanyakan masih muda tetapi tidak memiliki ruang yang cukup dalam
penyelenggaraan demokrasi. Namun, kalau bukan sekarang kapan lagi? Bukankah
Indonesia sudah seharusnya berbenah dari awal untuk menyiapkan bibit bangsa
yang berkualitas. Jika tidak diberi ruang dalam penyelenggaraan demokrasi di
Indonesia mulai dari sekarang, maka pemuda yang akan datang pun lebih minim
pengalaman. Kalau sudah demikian sampai kapan pun pemuda tidak memiliki ruang
menyampaikan aspirasinya. Padahal, penduduk di Indonesia kebanyakan masih dalam
usia potensial atau usia muda tetapi tidak memiliki ruang yang cukup dalam
penyelenggaraan demokrasi.
Kita perlu tahu bahwa, maju
mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh generasi mudanya.[5]
Hidup itu bersifat sementara, tidak mungkin golongan tua akan memimpin negeri
ini selamanya sehingga mereka perlu mewariskan pengetahuan politik dan
demokrasi mereka pada generasi berikutnya. Oleh karena itu, Pemuda Pancasila
yang perduli demokrasi Indonesia juga perlu disediakan ruang demokrasi karena
biasanya mereka memiliki inovasi terkini dalam menyelesaikan masalah. Pemberian
ruang ini bukan bertujuan untuk menggulingkan golongan yang lebih tua melainkan
untuk mencapai keserasian antara golongan muda dan golongan tua sehingga pemuda
memiliki bekal yang cukup untuk memimpin Indonesia yang akan datang.
Untuk menerapkan
pembaruan demokrasi yang nyata bukanlah perkara yang mudah karena Indonesia
adalah negara yang luas dan penuh
kemajemukan. Pembaruan yang dimaksudkan berupa demokrasi yang berbeda dengan
demokrasi biasanya, tapi lebih menekankan pada pemaksimalan sistem demokrasi
yang sebenarnya untuk menggeser demokrasi semu di Indonesia. Selain itu, demokrasi yang terbarukan berupa
penyesuaian dengan kebudayan bangsa Indonesia
Permasalahan
pelanggaran dan minimnya partisipasi pemilu menjadi indikator sistem demokrasi
semu sebagai alat penyelenggaraan negara sehingga kedaulatan dan kesejahteraan
rakyat pun tidak maksimal. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan
penanganan terhadap permasalahan politik tersebut dengan metode 4M, yaitu
Memaksimalkan, Memberi Hadiah dan Perlindungan, Menyosialisasikan, dan Memberi
Sanksi. Diharapkan dengan penerapan 4M untuk pemilu Indonesia, pemilu di
Indonesia dapat terselenggara secara Luber Jurdil dan mencerminkan demokrasi
yang sebenar-benarnya yang merupakan pembaruan dari demokrasi semu yang terjadi
pada pemuilu-pemilu sebelumnya.
Dalam melaksanakan
penyelenggaraan negara juga harus memberi ruang untuk Pemuda Pancasila, yaitu
generasi muda yang memegang teguh nilai-nilai Pancasila dan mengaplikasikan
pada kehidupan nyata. Hal ini dikarenakan pemuda memiliki peran Agent of Change yang potensial untuk mencapai “Indonesia yang
Lebih Baik”. Selain itu, pemuda juga sebagai pondasi suatu bangsa yang
menentukan nasib bangsa Indoneia. Jadi, bangsa ini bergantung pada pemudanya,
sehingga pemerintah perlu menyisipkan wawasan kebangsaan untuk menciptakan
generasi Pemuda Pancasila yang peduli bangsa.
Pemuda
Pancasila sangat diperlukan dalam menyuksesan pembaruan demokrasi di Indonesia.
Selain mereka mempunyai usia yang potensial, mereka juga memuat tujuan dan
cita-cita bangsa yang berbasis pada Pancasila sehingga diperlukan ruang yang
cukup. Dengan pemberian ruang demokrasi yang cukup untuk Pemuda Pncasila, pemilu
dapat berjalan dengan maksimal dan demokrasi di Indonesia dapat menjadi
demokrasi berbudaya yang terbarukan. Tentu saja jika demokrasi berjalan secara
maksimal, kesejahteraan rakyat juga akan terlaksana secara maksimal.
[1]
Wanda. 10 Februari 2014. "2013, Grafik Pemberantasan Korupsi
Meningkat".
http://kpkpos.com/2013-grafik-pemberantasan-korupsi-meningkat/. Diunduh pada
Selasa, 22 April 2014 pukul 19:50 WIB.
[2]
Suara Merdeka. 22 April 2014. “Politik Uang Melonjak 100%”. Halaman 1.
[3]
Arief Maulana. 28 Maret 2014. "Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu
Terus Menurun". http://www.unpad.ac.id/2014/03/tingkat-partisipasi-masyarakat-dalam-pemilu-terus-menurun/.
Diunduh pada Selasa, 22 April 2014 pukul 19:32 WIB
[4]
Ahmad Taufiq.2011.”KEPELOPORAN & KEPEMIMPINAN : PERAN
PEMUDA DAN PELAJAR DALAM PEMBANGUNAN”. Makalah dalam seminar tentang
Pembangunan Karakter Bangsa melalui
Kepeloporan dan Kepemimpinan Pelajar di Pekalongan.
0 Comments