Esai atau Artikel Pemuda Demokrasi yang Berbudaya

GENERASI INSTAN VERSUS GENERASI PANCASILA
 DALAM DEMOKRASI YANG BERBUDAYA

Pemuda pada era sekarang terlihat mengalami penurunan dalam berbagai hal. Sekarang ini pemuda disebut-sebut telah mengalami krisis moral. Mereka mulai meninggalkan budaya mereka dan menggantikannya dengan budaya yang berbeda nilai budayanya dengan budaya bangsa Indonesia. Bahkan tidak jarang mereka mengagung-agungkan budaya asing dan tanpa rasa bersalah mereka menjelek-jelekan kebudayaan bangsa sendiri. Seakan-akan mereka tidak sadar bahwa mereka hidup di negara Indonesia. Pertanyaan yang sering timbul adalah di mana rasa nasionalisme mereka? Era globalisasi memberikan efek yang besar pada perkembangan pemuda Indonesia. Bagaimana mereka bisa memajukan bangsa kalau pada bangsa sendiri pun mereka kehilangan rasa cinta tanah airnya.
Kebudayaan asing memang telah memporak-porandakan nilai budaya yang telah ada sejak dahulu. Tidak mengherankan jika sekarang ini marak dengan penyimpangan sosial. Budaya bangsa yang biasanya dijadikan sebagai alat kontrol sosial telah tergantikan nilai budaya asing tanpa penyaringan terlebih dahulu, yaitu dengan memilah antara meniru yang dianggap baik dan menjauhkan diri dari kebudayaan yang buruk.
Pada dasarnya berkembangnya budaya asing juga turut mendukung perkembangan teknologi bangsa agar tidak tertinggal. Namun, kita tentunya perlu menyaring budaya tersebut sesuai dengan kebudayaan bangsa. Jadi, tidak sembarangan dalam menyerap budaya asing karena itu bisa menimbulkan dampak buruk.
Berkembangnya teknologi juga membimbing para pemuda bangsa memiliki pola pikir pragmatis. Mereka kemudian menjadi generasi instan, menginginkan kesenangan dengan waktu yang singkat. Padahal sesuatu yang instan itu tidak baik, contohnya mi instan. Jika terlalu banyak mengonsumsi mi instan maka kesehatan kita bisa terganggu. Seperti halnya manusia, jika kita selalu mengandalkan cara instan untuk mendapatkan keinginan kita pasti akan berakhir buruk bagi kita sendiri.
Kasus maraknya penggunaan kunci jawaban mungkin sudah cukup sebagai bukti bahwa pemuda Indonesia merupakan generasi instan. Mereka menginginkan nilai yang bagus, tetapi tidak ingin bersusah payah. Mereka membeli kunci jawaban. Bahkan kasus tersebut tidak hanya terjadi di tingkat SMA, tetapi juga SMP bahkan SD. Sekarang ini mungkin hal tersebut tidak bisa disebut tabuh lagi, bahkan sudah menjadi rahasia publik. Hal tersebut tentunya menjadikan pendidikan Indonesia sangat memprihatinkan.
Awal yang buruk tentunya akan berakhir dengan buruk juga. Para siswa yang sejak SD, SMP, maupun SMA sudah menggunakan kunci jawaban tidak menutup kemungkinan mereka bisa menjadi seorang koruptor. Koruptor juga merupakan generasi instan yang menginginkan kekayaan dalam waktu yang singkat. Seperti yang kita tahu, bahwa pemuda adalah generasi penerus bangsa. Jika pemudanya seperti itu akan jadi apa bangsa ini? Sekarang ini, korupsi bahkan melanda berbagai elemen mulai dari wakil rakyat sampai kepala desa, bahkan lembaga pendidikan juga menjadi sasaran koruptor. Koruptor-koruptor yang merugikan bangsa inilah yang menjadi “produk jadi” dari generasi instan.
Kasus-kasus pelanggaran yang terjadi pada pemilihan wakil rakyat tentunya juga disebabkan oleh generasi instan dengan ideologi pragmatisnya. Contoh kasus adalah money politic, orang-orang yang menginkan kesenangan lebih dahulu pasti akan tergoda untuk menerima politik uang. Pelaku politik uang tersebut juga merupakan produk jadi dari noodle generation atau generasi instan.
Padahal kasus korupsi dan politik uang mampu menghancurkan bangsa. Korupsi dapat menghancurkan perekonomian bangsa. Sementara itu, politik uang akan menghasilkan pemimpin yang tidak memiliki budi pekerti dan hanya ingin mengejar kekayaan pribadi. Jika pemimpin negeri ini adalah para koruptor yang suka menjalankan politik uang, mau jadi apa negeri seluas Indonesia ini? Kasus tersebut bahkan menjadi topik perbincangan yang tidak kunjung terselesaikan. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah juga belum bisa mengatasinya, tetapi kasus tersebut belum bisa dihentikan.
Tentu saja kasus korupsi dan politik uang tidak bisa diselesaikan karena akar permasalah belum bisa diselesaikan. Kasus tersebut dapat dijadikan indikator kegagalan demokrasi di Indonesia. Padahal, Indonesia terkenal sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Lalu apa penyebab dari praktik korupsi dan politik uang? Jawabannya adalah Generasi Instan.
Seperti halnya mencabut rumput, jika tidak mencabut hingga akarnya maka akan tumbuh lagi. Begitu pula dengan kasus-kasus money politic dan korupsi, jika akar permasalahannya belum bisa diatasi otomatis kasus-kasus tersebut akan terus berkembang. Jadi, selagi generasi instan masih mempengaruhi Indonesia khususnya pemuda Indonesia, maka pemerintah tidak bisa mengatasi masalah demokrasi.
Jika pemerintah ingin menyelesaikan kasus politik uang dan korupsi maka pemerintah harus mengatasi pemuda generasi instan, yaitu dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan menciptakan generasi pemuda Pancasila. Apa itu pemuda Pancasila? Pemuda Pancasila adalah pemuda-pemuda yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan demokrasi yang bersumber pada Pancasila.
Nilai-nilai yang ada dalam Pancasila merupakan nilai-nilai dan norma yang telah berkembang pada masyarakat pendahulunya. Jika dengan Pancasila negara Indonesia bisa menyatukan kemajemukan bangsa, seperti suku agama dan bahasa, maka bukan tidak mungkin dengan terciptanya pemuda Pancasila, nilai-nilai budaya asing dapat diganti kembali dengan nilai yang bersumber pada budi luhur bangsa.
Pemuatan nilai-nilai budaya di lingkungan pendidikan sangat perlu dilakukan. Hal ini bukan tanpa sebab, karena dengan diajarkannya nilai-nilai budaya yang bersumber pada Pancasila diharapkan mampu mempercepat beralihnya generasi instan dengan generasi Pancasila. Dengan demikian, permasalahan-permasalahan yang timbul dari generasi instan dapat diatasi.
Potret Ujian Nasional yang dilakukan generasi instan dengan praktik jual-beli kunci jawaban tentunya sangat merugikan bangsa dan negara. Percuma kalau UN SMA dibuat dengan standar internasional jika pada faktanya masih banyak pelaku jual-beli jawaban. Niat pemerintah untuk mengetahui kualitas dan kuantitas anak bangsa menjadi hal yang sia-sia jika sebagian lembar jawab yang dipindai sebagian adalah hasil duplikat dari kunci jawaban.
Persoalan generasi instan tidak bisa dianggap sepele. Pemuda Indonesia mulai terpengaruh dengan generasi instan. Penggunaan facebook yang berlebihan juga membuat generasi muda menjadi pemalas, sehingga mereka menginginkan keberhasilan dengan waktu yang singkat tanpa berusaha terlebih dahulu. Mereka tentunya tidak akan memiliki pengalaman yang berharga jika terus menerus menjadi generasi instan. Merekalah calon-calon penghancur bangsa.
Generasi Pancasila berbeda dengan generasi instan. Generasi Pancasila memegang teguh nilai-nilai yang terkandung dari Pancasila. Mereka melakukan perbuatan dengan berdasarkan norma-norma yang berdasarkan Pancasila sehingga mereka bisa terbebas dari pengaruh luar yang mencoba menggoda mereka untuk mengambil jalan singkat yaitu dengan menggunakan kunci jawaban.  Menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai pelindung sangat efektif untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila sangatlah penting bagi bangsa sehingga perlu diajarkan sejak dini untuk membentuk pemuda Pancasila.
Demo yang dilakukan oleh pemuda atau generasi instan tidak bisa dikatakan sebagai bentuk demokrasi. Karena apa? Karena kebanyakan demo yang dilakukan mereka menimbulkan kericuhan dan anarkisme yang terkadang berakhir dengan bentrokan yang mengakibatkan korban jiwa. Bahkan, terkadang demokrasi berjalan secara mengerikan dengan adanya aksi jahit mulut dan mogok makan. Itu sama artinya mereka hanya meminta belas kasih penguasa.
Upaya memasuki paksa gedung pemerintah juga tak jarang dilakukan para pendemo, dengan mengatasnamakan “Rakyat” mereka merusak sarana umum. Mereka kadang sia-sia melakukan demo karena orang yang dituju tidak menemui mereka. Apakah itu cerminan pemuda yang merupakan penentu masa depan bangsa? Dimana rasa nasionalisme dan kesatuan kita? Demo memang bukan solusi terbaik. Para pemuda yang merupakan generasi Pancasila tentunya lebih memilih  diskusi dengan pihak terkait dan merumuskan musyawarah untuk menentukan jalan terbaik.
Berdasarkan siklus tersebut kita dapat mengetahui bahwa generasi instan sebagai penyebab maraknya kasus korupsi dan politik uang. Jadi, belum cukup jika pemerintah hanya mengatasinya dengan menangkap pelaku karena sumbernya adalah generasi instan. Penyebab hadirnya generasi instan adalah berkembangnya budaya asing yang tidak sesuai kepribadian bangsa. Selain itu, lunturnya budaya Pancasila juga membuat moral pemuda Indonesia menurun.
Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang sesuai dengan Pancasila maka diharapkan Pemilu dapat berjalan dengan lancar sehingga pesta demokrasi sesuai dengan kehendak rakyat. Selain itu, politik uang juga dapat dihindari. Itulah pemilihan umum yang sudah ditunggu-tunggu, jauh dari politik uang dan berjalan dengan budaya demokrasi Pancasila, ideologi pemersatu bangsa.
Nilai-nilai pada Pancasila tentu dapat mengatasi permasalahan demokrasi. Di dalam Pancasila juga terdapat nilai kebebasan, kesetaraan, dan kemajemukan. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang mendasari budaya demokrasi di Indonesia yang perlu dijunjung tinggi. Dengan menerapkan dan menekankan kembali nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila untuk menggeser nilai budaya asing yang bersifat negatif.
Generasi pemuda Pancasila berpotensi menjadi pemimpin bangsa yang masih akan memegang teguh nilai Pancasila untuk memajukan bangsa. Dengan demikian, peran pemuda sebagai generasi penerus bangsa dapat tercapai. Pemimpin yang demikian tentunya dapat menyejahterakan rakyatnya dan menjadi panutan bangsanya.
Pilar rumah yang kokoh akan menyangga rumah dengan baik. Sebagaimana pemuda, pemuda yang berpegang teguh pada nilai Pancasila maka akan memajukan bangsanya. Jadi, maju atau hancurnya suatu bangsa tergantung pemudanya.
Tiga elemen yang berpengaruh dalam menciptakan generasi Pancasila adalah keluarga, sekolah, dan pemerintah. Tugas keluarga adalah membimbing anaknya sejak dini agar berpegang teguh pada Pancasila sehingga dapat menjadi generasi Pancasila. Sekolah sebagai rumah kedua siswa juga sangat potensial dalam menyosialisasikan nilai-nilai Pancasila. Tugas pemerintah untuk mewujudkan pesta demokrasi yang berbudaya adalah dengan cara mencipkan generasi Pancasila untuk mengurangi generasi instan. 
Pemuda Pancasila adalah generasi muda yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya Pancasila. Menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada pesta demokrasi Indonesia. Hal itu dapat dijadikan sebagai wujud nyata pemuda yang bertanggungjawab dan memiliki nasionalisme pada bangsanya. Diharapkan pemuda Pancasila dapat menjadi penerus bangsa untuk menciptakan “Indonesia Sejahtera”.

Post a Comment

0 Comments