DISUSUN :
GALANG SETIANTO
(7584)
SMA 1 KAJEN
DINDIKBUD KABUPATEN PELAKONGAN
SMA 1 KAJEN
MENANTIKAN KEJAYAAN KEDELAI
INDONESIA
Jika kita memperhatikan pertanian Indonesia, pasti terkesan memprihatinkan.
Swasembada pangan yang pernah diraih negara
Indonesia, sekarang ini tidak menunjukkan kemajuannya. Bahkan bisa dikatakan
bahwa kualitas pertanian Indonesia sekarang ini menurun. Bagaimana tidak?
Sekarang permasalahan dalam bidang pertanian semakin banyak bermunculan, mulai
dari lahan pertanian yang diambil alih menjadi lahan perindustrian yang
mencemari lingkungan, gagal panen petani, dan mahalnya harga beberapa hasil
pertanian yang disebabkan kelangkaan pasokan membuat masyarakat menjadi resah.
Permasalahan yang sering terjadi adalah kelangkaan berbagai jenis
bahan makanan yang meresahkan masyarakat. Kelangkaan tersebut terjadi pada
kedelai, bawang merah, dan cabai yang sering mengalami naik turun harga.
Ketidakstabilan harga tersebutlah yang membuat resah masyarakat, terutama
masyarakat golongan menengah ke bawah yang merasakan dampaknya.
Dalam kehidupan bisnis pertanian itu berlawanan dengan keinginan
masyarakat yang membutuhkan hasil pertanian tersebut. Mengapa? Karena petani
lebih menginginkan kondisi kelangkaan hasil pertanian, sedangkan masyarakat
menginginkan agar hasil pertanian dapat melimpah sehingga harganya lebih murah.
Hal itu disebabkan karena ketika terjadi kelangkaan petani dapat menjual hasil
panennya dengan harga yang lebih mahal. Masyarakat harus
mengeluarkan uang yang lebih untuk membeli hasil pertanian tersebut. Sedangkan,
ketika hasil panen melebihi kebutuhan pasar otomatis harganya akan lebih murah
sehingga menyenangkan masyarakat. Namun, dengan keadaan
tersebut petani pasti akan merugi bahkan tidak jarang petani memilih membuang
hasil panennya yang mengalami penurunan nilai jual yang drastis. Dengan
demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa pertanian mempunyai peran penting dalam
kehidupan masyarakat.
Berbicara mengenai kehidupan masyarakat, terutama dalam bidang
pangan, peran kedelai tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat
Indonesia. Bahkan kita dapat dengan mudah menemukan hasil olahan makanan
tersebut, baik berupa tempe, tahu, maupun susu. Jika kita menelaah lebih dalam
mengenai industri tempe dan tahu, kita akan
menemukan fakta yang mengejutkan. Mengapa? Karena ternyata mayoritas kedelai
yang berada di Indonesia merupakan bahan impor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang
dikutip Detik Finance, Selasa (3/9/2013) impor kedelai dalam tahun 2013 (Januari-Juli) tercatat
sebesar 1,1 juta ton atau senilai US$ 670 juta (Rp. 6,7 triliun). Rinciannya, pada bulan Juli impor kedelai adalah sebesar 227 ribu
ton atau US$ 140 juta. Angka tersebut meningkat dibandingkan bulan Juni yang
sebesar 175 ribu ton atau US$ juta. Begitu juga dengan Mei yang tercatat 184
ribu ton atau US$ 113 juta.[1]
Berdasarkan data di atas tentunya kita dapat menyimpulkan bahwa
kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap kedelai sangat banyak, sehingga
pemerintah terpaksa mengimpor kedelai dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan
kedelai masyarakat Indonesia. Bahkan Indonesia tampak bergantung pada negara
lain, sehingga ketika krisis ekonomi dialami negara Amerika yang merupakan pusat
produksi kedelai dapat mengakibatkan penurunan jumlah produksi sehingga
harganya menjadi sangat tinggi dan lagi-lagi masyarakat akan menjadi korbannya.
Disisi lain, hal tersebut tentunya menyenangkan petani kedelai karena harganya
bisa menjadi lebih tinggi. Namun, pengusaha tempe nyaris bangkrut karena
keadaan tersebut, kelangkaan kedelai dan mahalnya harga kedelai memaksa mereka
untuk menghentikan produksi tempe.
Kelangkaan kedelai juga diakibatkan karena lahan yang berkurang.
Dari data yang dihimpun dari VIVAnews, kementrian pertanian mengatakan
bahwa lahan pertanian kedelai menyusut dari 1 juta hektar menjadi 571 hektar. Menurunnya
luas lahan turut membuat produktivitas kedelai turun.[2]
Berdasarkan pemasalahan yang telah dipaparkan, kita dapat menarik tiga
permasalahan pokok yaitu, kualitas, lahan, dan ketergantungan dengan negara
lain. Permasalahn tersebut tentunya saling berhubungan. Petani lokal kebanyakan
memanen kedelai dengan kualitas yang kurang bagus membuat konsumen tidak
tertarik dengan hasil panen kedelai tersebut. Akibatnya, para petani kedelai
pun lebih memilih mengalihfungsikan lahan kedelai untuk dijadikan lahan untuk
pertanian tanaman lainnya yang diharapkan lebih menguntungkan. Padahal, di
Indonesia sendiri permintaan terhadap kedelai sangatlah banyak sehingga pemerintah harus
memutuskan untuk impor kedelai dari negara lain dan bahkan membebaskan bea
impor. Hal tersebut menimbulkan kedelai impor yang kualitasnya dipandang lebih
bagus bebas masuk dan beredar di Indonesia sehingga menggesar kedelai petani lokal.
Permasalahan kualitas, lahan dan ketergantungan terhadap kedelai
sebenarnya adalah bibit kedelainya. Mengapa ? Karena jika bibit kedelai yang
ditanam petani lokal memiliki kualitas yang bagus, maka konsumen pasti akan
lebih memilih kedelai lokal sehingga para petani tidak perlu resah terhadap
kedelai impor. Jika sudah demikian, pati banyak petani yang melirik kembali
untuk bertani kedelai sehingga lahan pertanian kedelai bisa lebih banyak.
Dengan lahan pertanian kedelai yang luas dan kualitas yang bagus bukan tidak
mungkin Indonesia tidak perlu lagi mengimpor kedelai.
Peran pemerintah diperlukan dalam membimbing petani kedelai di
Indonesia agar dapat memilih bibit yang berkualitas sehingga dapat menghasilkan
produk yang berkualitas. Dunia pendidikan pun diperlukan untuk menyediakan
sekolah yang ahli dalam bidang pertanian, seperti halnya dengan IPB (Institut
Pertanian Bogor), diharapkan dengan lulusan yang baik mampu membantu petani
dalam mengembangkan pertanian kedelai Indonesia. Jika petani memiliki kualitas
yang lebih, maka mereka juga pasti mampu menciptakan hasil kedelai yang unggul
sehingga kedelai tersebut layak diekspor, jadi Indonesia tak perlu lagi
mengimpor kedelai.
Petani kedelai Indonesia pasti akan lebih sejahtera karena dapat
mengekspor hasil pertanian mereka, sementara pengusaha tempe dan tahu juga
tidak perlu takut bangkrut karena kedelai melimpah. Masyarakat juga tidak perlu
khawatir terhadap kelangkaan kedelai sehingga ketahanan kedelai di Indonesia
mampu tercapai. yang lebih penting pemerintah juga dapat diuntungkan jika
petani mampu mengekspor kedelai yang berkualitas. Jika sudah demikian, kejayaan
kedelai Indonesia bukanlah sekedar angan.
[1] Maikel
Jefriando. Selasa, 03/09/2013 07:04 WIB. “Indonesia
Habiskan Rp 6,7 Triliun Impor Kedelai Selama 7 Bulan”. http://finance.detik.com/read/2013/09/03/070431/2347531/4/indonesia-habiskan-rp-67-triliun-impor-kedelai-selama-7-bulan ( diunduh pada 18 Januari 2014)
0 Comments