Esai Pertanian ( Juara 2 Lomba Esai Pertanian Oleh Imapeka )








DISUSUN :
GALANG SETIANTO
(7584)
SMA 1 KAJEN





DINDIKBUD KABUPATEN PELAKONGAN
SMA 1 KAJEN
2013/ 2014


MENANTIKAN KEJAYAAN KEDELAI INDONESIA

Jika kita memperhatikan pertanian Indonesia, pasti terkesan memprihatinkan. Swasembada pangan yang pernah diraih negara Indonesia, sekarang ini tidak menunjukkan kemajuannya. Bahkan bisa dikatakan bahwa kualitas pertanian Indonesia sekarang ini menurun. Bagaimana tidak? Sekarang permasalahan dalam bidang pertanian semakin banyak bermunculan, mulai dari lahan pertanian yang diambil alih menjadi lahan perindustrian yang mencemari lingkungan, gagal panen petani, dan mahalnya harga beberapa hasil pertanian yang disebabkan kelangkaan pasokan membuat masyarakat menjadi resah.
Permasalahan yang sering terjadi adalah kelangkaan berbagai jenis bahan makanan yang meresahkan masyarakat. Kelangkaan tersebut terjadi pada kedelai, bawang merah, dan cabai yang sering mengalami naik turun harga. Ketidakstabilan harga tersebutlah yang membuat resah masyarakat, terutama masyarakat golongan menengah ke bawah yang merasakan dampaknya.
Dalam kehidupan bisnis pertanian itu berlawanan dengan keinginan masyarakat yang membutuhkan hasil pertanian tersebut. Mengapa? Karena petani lebih menginginkan kondisi kelangkaan hasil pertanian, sedangkan masyarakat menginginkan agar hasil pertanian dapat melimpah sehingga harganya lebih murah. Hal itu disebabkan karena ketika terjadi kelangkaan petani dapat menjual hasil panennya dengan harga yang lebih mahal. Masyarakat harus mengeluarkan uang yang lebih untuk membeli hasil pertanian tersebut. Sedangkan, ketika hasil panen melebihi kebutuhan pasar otomatis harganya akan lebih murah sehingga menyenangkan masyarakat. Namun, dengan keadaan tersebut petani pasti akan merugi bahkan tidak jarang petani memilih membuang hasil panennya yang mengalami penurunan nilai jual yang drastis. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa pertanian mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat.
Berbicara mengenai kehidupan masyarakat, terutama dalam bidang pangan, peran kedelai tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan kita dapat dengan mudah menemukan hasil olahan makanan tersebut, baik berupa tempe, tahu, maupun susu. Jika kita menelaah lebih dalam mengenai industri tempe dan tahu, kita akan menemukan fakta yang mengejutkan. Mengapa? Karena ternyata mayoritas kedelai yang berada di Indonesia merupakan bahan impor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip Detik Finance, Selasa (3/9/2013) impor kedelai dalam tahun 2013 (Januari-Juli) tercatat sebesar 1,1 juta ton atau senilai US$ 670 juta (Rp. 6,7 triliun). Rinciannya, pada bulan Juli impor kedelai adalah sebesar 227 ribu ton atau US$ 140 juta. Angka tersebut meningkat dibandingkan bulan Juni yang sebesar 175 ribu ton atau US$ juta. Begitu juga dengan Mei yang tercatat 184 ribu ton atau US$ 113 juta.[1]
Berdasarkan data di atas tentunya kita dapat menyimpulkan bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap kedelai sangat banyak, sehingga pemerintah terpaksa mengimpor kedelai dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan kedelai masyarakat Indonesia. Bahkan Indonesia tampak bergantung pada negara lain, sehingga ketika krisis ekonomi dialami negara Amerika yang merupakan pusat produksi kedelai dapat mengakibatkan penurunan jumlah produksi sehingga harganya menjadi sangat tinggi dan lagi-lagi masyarakat akan menjadi korbannya. Disisi lain, hal tersebut tentunya menyenangkan petani kedelai karena harganya bisa menjadi lebih tinggi. Namun, pengusaha tempe nyaris bangkrut karena keadaan tersebut, kelangkaan kedelai dan mahalnya harga kedelai memaksa mereka untuk menghentikan produksi tempe.
Kelangkaan kedelai juga diakibatkan karena lahan yang berkurang. Dari data yang dihimpun dari VIVAnews, kementrian pertanian mengatakan bahwa lahan pertanian kedelai menyusut dari 1 juta hektar menjadi 571 hektar. Menurunnya luas lahan turut membuat produktivitas kedelai turun.[2]
Berdasarkan pemasalahan yang telah dipaparkan, kita dapat menarik tiga permasalahan pokok yaitu, kualitas, lahan, dan ketergantungan dengan negara lain. Permasalahn tersebut tentunya saling berhubungan. Petani lokal kebanyakan memanen kedelai dengan kualitas yang kurang bagus membuat konsumen tidak tertarik dengan hasil panen kedelai tersebut. Akibatnya, para petani kedelai pun lebih memilih mengalihfungsikan lahan kedelai untuk dijadikan lahan untuk pertanian tanaman lainnya yang diharapkan lebih menguntungkan. Padahal, di Indonesia sendiri permintaan terhadap kedelai  sangatlah banyak sehingga pemerintah harus memutuskan untuk impor kedelai dari negara lain dan bahkan membebaskan bea impor. Hal tersebut menimbulkan kedelai impor yang kualitasnya dipandang lebih bagus bebas masuk dan beredar di Indonesia sehingga  menggesar kedelai petani lokal.
Permasalahan kualitas, lahan dan ketergantungan terhadap kedelai sebenarnya adalah bibit kedelainya. Mengapa ? Karena jika bibit kedelai yang ditanam petani lokal memiliki kualitas yang bagus, maka konsumen pasti akan lebih memilih kedelai lokal sehingga para petani tidak perlu resah terhadap kedelai impor. Jika sudah demikian, pati banyak petani yang melirik kembali untuk bertani kedelai sehingga lahan pertanian kedelai bisa lebih banyak. Dengan lahan pertanian kedelai yang luas dan kualitas yang bagus bukan tidak mungkin Indonesia tidak perlu lagi mengimpor kedelai.
Peran pemerintah diperlukan dalam membimbing petani kedelai di Indonesia agar dapat memilih bibit yang berkualitas sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas. Dunia pendidikan pun diperlukan untuk menyediakan sekolah yang ahli dalam bidang pertanian, seperti halnya dengan IPB (Institut Pertanian Bogor), diharapkan dengan lulusan yang baik mampu membantu petani dalam mengembangkan pertanian kedelai Indonesia. Jika petani memiliki kualitas yang lebih, maka mereka juga pasti mampu menciptakan hasil kedelai yang unggul sehingga kedelai tersebut layak diekspor, jadi Indonesia tak perlu lagi mengimpor kedelai.
Petani kedelai Indonesia pasti akan lebih sejahtera karena dapat mengekspor hasil pertanian mereka, sementara pengusaha tempe dan tahu juga tidak perlu takut bangkrut karena kedelai melimpah. Masyarakat juga tidak perlu khawatir terhadap kelangkaan kedelai sehingga ketahanan kedelai di Indonesia mampu tercapai. yang lebih penting pemerintah juga dapat diuntungkan jika petani mampu mengekspor kedelai yang berkualitas. Jika sudah demikian, kejayaan kedelai Indonesia bukanlah sekedar angan.



[1] Maikel Jefriando. Selasa, 03/09/2013 07:04 WIB. “Indonesia Habiskan Rp 6,7 Triliun Impor Kedelai Selama 7 Bulan”. http://finance.detik.com/read/2013/09/03/070431/2347531/4/indonesia-habiskan-rp-67-triliun-impor-kedelai-selama-7-bulan ( diunduh pada 18 Januari 2014)

[2] Arie Dwi Budiawati Minggu. 22 September 2013. “Redam Harga Kedelai, Lahan Pasang Surut Jadi Area Tanam”. http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/445983-redam-harga-kedelai--lahan-pasang-surut-jadi-area-tanam  (diunduh pada 18 Januari 2014)


Post a Comment

0 Comments