KARYA
TULIS
PENERAPAN
STUDI KARAKTER BANGSA
PADA ORANG TUA DAN PELAJAR
SEBAGAI
SOLUSI FENOMENA TAWURAN
OLEH
GALANG
SETIANTO
7584
SMA 1 KAJEN
KABUPATEN
PEKALONGAN
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Tawuran merupakan salah satu kenakalan pelajar yang fenomenal
di bumi pertiwi. Tidak bisa diketahui
darimana tawuran itu tercipta hingga menjalar di area pelajar, baik di
kota ataupun di desa. Para pelajar, saling melukai sesama pelajar yang tidak
lain adalah saudara mereka gara-gara masalah sepele, padahal negara Indonesia
adalah negara yang menjunjung persatuan dan kesatuan.
Sejatinya pelajar memiliki potensi yang paling ideal
untuk menerapkan jati diri bangsa di kalangannya sendiri. Bukan justru
memudarkan jati diri bangsa Indonesia yang sudah ada. Itulah realita pelajar
yang ada di masa sekarang.
Masa pencarian identitas remaja (pelajar) adalah masa
yang perlu diperhatikan oleh orang tua karena pada masa ini remaja ingin
melepaskan diri dari bayang-bayang orang tua yang selama ini dianggap
melindungi dan melakukan campur tangan terlalu jauh terhadap kehidupannya. Dalam
pencarian identitas ini remaja
menyeleksi figur-figur idola yang menjadi impiannya. Figur tersebut bisa berupa
artis film, anggota kelompok tertentu dan tokoh politik. [1]
Orang tua perlu menekankan pengembangan pribadi yang
unggul dan pemberani pada anaknya sebagai pelajar. Apabila kelemahan individu
pelajar dapat ditutupi dengan sikap solidaritas antarsesama anggota kelompok. Orang
tua diharapkan membimbing anaknya agar selektif dalam memilih kelompok. Peran
orang tua perlu membimbing anaknya agar menerapkan karakter bangsa yang berupa
penanaman sikap toleransi, disiplin, saling peduli, kerja keras, keteladanan,
kejujuran, nasionalisme dan demokratis, sehingga menjadi seorang remaja yang
paling potensial membangun bangsa.
1.2 Rumusan
Masalah
Bertolak belakang dari latar belakang masalah di atas,
maka secara garis besar ada 3 masalah yang dirumuskan , yaitu :
1.
Bagaimana
peran orang tua sebagai pendidik awal ?
2.
Mengapa
pelajar berkecenderungan melakukan tawuran ?
3.
Apa
pentingnya pendidikan karakter bagi pelajar ?
1.3 Tujuan
Penulisan
1.
Mendeskripsikan
peran orang tua sebagai pendidik awal.
2.
Mendeskripsikan
kecenderungan pelajar melakukan tawuran.
3.
Mendeskripsikan
pentingya pendidikan karakter bagi pelajar.
1.4 Manfaat
Penulisan
1.
Memberi
solusi dalam rangka antisipasi tawuran pada pelajar
2.
Menerapkan
pendidikan karakter bangsa kepada orang tua sebagai media utama pembelajaran
individu baru.
3.
Meningkatkan
kesadaran pelajar akan pentingnya karakter bangsa.
4.
Membangun
pelajar sebagai penerus bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendidikan adalah jembatan awal
pelajar dapat memperkokoh karakter bangsa, jadi ada tidaknya karakter bangsa
dalam diri pelajar dipengaruhi oleh berhasil atau tidaknya pelajar menyerap
pendidikan. Pendidikan tidak hanya dari sekolah, tetapi juga dari orang tua.
Orang tua berperan sebagai guru pertama untuk anaknya, sehingga
apa yang diajarkan orang tua akan diterapkan oleh sang anak. Oleh karena itu,
orang tua perlu mendidik anaknya dengan karakter bangsa dan nilai-nilai
kepahlawanan. Diharapkan jika anak diajarkan tentang arti penting karakter
bangsa, seorang anak bisa menjadi seorang pelajar yang selektif dan menjauhi
hal-hal negatif, seperti tawuran.
Orang tua dituntut lebih terpelajar untuk mendidik
anaknya lebih baik, sehingga mampu memacu pendidikan sesuai dengan tuntutan
sekolah. Dengan kata lain, ketika di sekolah guru yang mendidik dan menjauhkan
pelajar dari hal buruk maka ketika di rumah orang tua dituntut untuk mengontrol
pergaulannya dan mendidiknya dalam masyarakat.
Orang tua tidak boleh sertamerta mengatur anaknya secara berlebihan. Sebab,
seorang pelajar bisa merasa individu yang minder dan lemah. Apabila kelemahan individu pelajar dapat
ditutupi dengan sikap solidaritas antar sesama anggota kelompok. Akhirnya,
kepribadianya melebur bersama karakter kelompok, cita-cita dan pandangan
hidupnya disesuaikan dengan cita-cita dan pandangan kelompok. Tinggal apakah kelompok itu mengarah ke
positif atau negatif. Rasa solidaritas dalam kelompok yang melebihi perhatian
pelajar dari kepentingan pribadinya. Kasus tawuran dan perkelahian antarkelompok
berangkat dari kondisi seperti itu.
2.2 Kecenderungan
Pelajar Melakukan Tawuran
Tawuran menjadi perbincangan hangat ketika 24 September
20012 terjadi tawuran antara pelajar SMA Negeri 6 dan SMAN 70 Bulungan, Jakarta. Tawuran tersebut mengakibatkan
tewasnya pelajar SMAN 6 yang bernama Alawy Yusianto
Putra akibat bacokan pelajar SMA 70 yang berinisial FR. Kejadian itu tentunya
menjadi cambuk bagi orang tua untuk membimbing anaknya menjadi lebih baik. [2]
Padahal FR yang berasal dari SMPN 12
Kebayoran Baru, Jakarta, semula dikenal sebagai anak pintar. Ia lulus dengan
nilai evaluasi tahap akhir nasional (ebtanas) murni rata-rata 9 lebih sehingga
masuk peringkat keempat di sekolahnya. Wajarlah jika ia kemudian bisa menembus
SMAN 70 yang tergolong rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI).
Ternyata, senior SMAN 70 telah mendidik
bahwa siswa SMA Negeri 6 adalah musuhnya. Hal itu menjelaskan bahwa kepribadianya melebur bersama karakter kelompok,
cita-cita dan pandangan hidupnya disesuaikan dengan cita-cita dan pandangan
kelompok.
Tawuran pelajar akhir-akhir ini menjadi ciri khas
kehidupan pelajar di kota-kota besar. Akibat tawuran pelajar bukan hanya
menyangkut kepada yang terlibat saja, tetapi dapat dipastikan akibat yang
ditimbulkan menjadi sangat luas. Sebagian para pelajar berpendapat bahwa dengan
tawuran dapat menunjukkan kejantanan dan sportivitas. Umumnya, tawuran diawali
dari hal-hal yang sepele bahkan
hanya menyangkut dua orang saja dari dua sekolah yang berbeda. Namun, karena alasan
solidaritas kelompok maka konflik menjadi meluas, menjadi antarsekolah. Jika
ada yang tidak mau ikut serta dianggap sebagai norak dan tidak solider,
tidak jantan, penakut, dan lain sebagainya. Tawuran pelajar sebagai perilaku
menyimpang seharusnya mendapat perhatian yang sungguh-sungguh karena jika terjadi
tawuran maka nilai-nilai dan norma-norma
serta-merta dilanggar. Akibatnya, tawuran pelajar berdampak terhadap perilaku
menyimpang lanjutan. Misalnya: merusak, menganiaya, menyakiti, dan bahkan
membunuh. Tidak jarang yang menjadi korban justru yang tidak terlibat. [3]
Pada masa remaja pelajar mengalami perubahan yang terjadi
secara fisik dan kualitas perubahan mental, sikap dan perilaku. Ada 4 perubahan
yang mendasar, yaitu :
1. Perubahan
Emosi
Remaja
menjadi lebih sensitif dan emosional dibandingkan anak-anak. Perilaku ini dapat
berdampak pada perilaku atau dipendam sendiri. Masalah sepele yang pada
anak-anak jarang menjadi bibit konflik dan perselisihan.
2. Perubahan
tubuh, minat dan peran
Perubahan
tubuh terjadi pada awal remaja, tepatnya saat puber, yakni ketika terjadi pada
awal kematangan fisik yang menandai kemampuan produksi. Perubahan ini sangat
menyulitkan remaja, khususnya di awal remaja. Ketika masih anak-anak, cita-cita
mudah diucapkan sekarag perlu di daur ulang sesuai perubahan fisik dari
lingkungan sekitarnya, termasuk paling penting adalah orang tua.
3. Perubahan
nilai-nilai
Seiring
dengan perubahan minat dan peran, berubah pula nilai-nilai yang sebelumnya
dipercaya anak-anak. Dulu pada masa anak-anak, memiliki banyak teman itu
penting. Namun, ketika remaja yang terpenting adalah sejauh mana teman itu
memberi kontribusi yang berarti bagi dirinya.
4. Ambvilensi
Ambivalensi
adalah sikap yang mau-mau, tetapi juga tidak mau. Di satu sisi remaja memiliki
tuntutan, tetapi di sisi lain rasa takut akibat tuntutan juga besar. Sifat
inilah yang menjadi persoalan internal yang cukup pelik bagi remaja. [4]
2.3 Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Pelajar
Berkaca
terhadap kejadian tawuran yang sudah meresahkan, tersirat bahwa pelajar era
sekarang tidak bisa mengaplikasikan pendidikan karakter. Pada kondisi ini,
orang tua perlu menekankan sifat-sifat karakter bangsa pada anaknya. Orang tua
juga perlu memiliki pengetahuan yang memadahi untuk membimbing seorang pelajar
sebagai generasi yang paling potensial untuk membangun bangsa. Maju dan
mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh pelajar dan pemuda yang ada dalam bangsa
tersebut. Hal ini diperkuat oleh teori Mc Clelland, beliau mengemukakan sebuah kesimpulan tentang motivasi dan
maju mundurnya suatu bangsa. Kesimpulan tersebut dikatakan setelah meneliti di
40 negara, khususnya dengan mengkaji bangunan Florance (Italia Utara). Beliau berkesimpulan :
1.
Maju
mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh generasi muda
2.
Apa
yang dibaca oleh generasi muda sekarang akan menentukan maju mundurnya suatu
bangsa, sehingga munculah teori “ You Are What You Read”
3.
Bacaan
yang membuat maju dan bangkit adalah tentang kepahlawanan dan sebaliknya
4.
Munculah
teori “Need For Achievement” [5]
Pendidikan
karakter harus ditekankan oleh sekolah terhadap siswanya, sehingga karakter
bangsa bisa dijadikan dasar pemikiran pada diri pelajar. Ketika karakter bangsa
sudah menjadi dasar, tinggal pengaplikasiannya dalam kehidupan pelajar
tersebut. Dalam pencarian jati diri pelajar, dasar pemikiran ini yang akan
menjadikan pelajar lebih selektif memilih figur kelompok yang kegiatannya
bersifat positif. Dengan demikian, tawuran bukan menjadi pilihan pelajar yang
memiliki dasar nasionalisme persatuan yang tinggi.
Tidak
bisa dipungkiri bahwa pengaplikasian pendidikan kepada pelajar sangatlah sulit.
Terlebih ketika pelajar sudah keluar dari lingkungan sekolah. Pergaulan mereka tidak
bisa dikontrol oleh para guru pendidik. Pada kondisi ini peran orang tua
sebagai media pengontrol sangat diperlukan. Ketika sejak kecil seorang anak
sudah dibiasakan untuk tidak mampir-mapir dijalan dan tidak boleh sembarangan
dalam bergaul. Maka saat menjadi remaja anak tersebut akan melakukan hal yang
sama, apabila pencarian jatidiri remaja itu dibimbing lebih baik pula.
Orang
tua memang sangat berperan penting dalam mengatasi tawuran pelajar. Sebenarnya,
pendidikan karakter harus diterapkan pada orang tua untuk diaplikasikan kepada
anaknya. Pemberian pendidikan karakter yang berupa seminar kepada orang tua
juga mampu membuat orang tua melek nasionalisme, sehingga kewajiban orang tua membimbing
pelajar menjadi tokoh antitawuran bisa diserasikan dengan adanya pendidikan
karakter.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
pada bab II, penulis menyimpulkan bahwa untuk mengantisipasi tawuran pelajar
perlu dilakukan sejak dini. Melalui pendekatan orang tua pada anak untuk
membimbing anak sesuai dengan karakter bangsa yang menjunjung kesatuan dan
persatuan. Dengan dibekali pendidikan karakter sejak dini, pelajar akan
mengulanginya ketika dibekali di sekolah dengan pendidikan karakter bangsa, sehingga
pelajar mampu menerapkan karakter bangsa terhadap pola kehidupan dan
pergaulannya dibawah control orang tua.
Kontribusi orang
tua cukup tinggi dalam hal ini, sehingga orang tua juga perlu memiliki
pendidikan karakter yang luas. Bukan hanya pelajar yang harus belajar
pendidikan karakter, tetapi juga orang
tua. Orang tua perlu mendapat seminar tentang karakter bangsa dan bahayanya
kelunturan moral bangsa. Karena sumber masalah ini adalah proses pendidikan
awal yang diterima seorang anak dan pola kontrol orang tua terhadap perubahan
serta pencarian jatidiri remaja. Pendidikan yang baik akan pula menghasilkan
generasi yang baik.
Pendidikan
karakter akan lebih efektif meningkatkan moral bangsa dan menurunkan jumlah
tawuran apabila di terapkan kepada pelajar sekaligus orang tua. Ketika
disekolah guru yang mengikat pelajar terhadap pendidikan karakter, sedangkan
dirumah orang tualah yang wajib mengikat pelajar dengan pendidikan karakter
bangsa. Sehingga remaja menjadi generasi yang disiplin dan berjiwa nasionalisme
tinggi. Dengan penerapan pendidikan di dalam dua unsur tersebut, tawuran
menjadi tidak layak dilakukan oleh pelajar mengingat peran pelajar adalah generasi
yang paling potensial untuk membangun bangsa Indonesia menjadi lebih baik.
3.2 Rekomendasi
Pendidikan karakter perlu ditekankan kepada orang tua
sebagai media awal pembelajaran anak. Sikap dan sifat orang tua adalah sikap
yang akan ditiru oleh seorang anak. Kenyataannya orang tua yang hanya menyuruh
anaknya belajar, tetapi orang tua itu tidak menunjukan sosok orang tua juga
perlu belajar akan menimbulkan kecemburuan pada sang anak untuk mengikuti tidak
belajar. Sikap inilah yang perlu diwaspadai orang tua terhadap anaknya. Karena
ditakutkan seorang anak akan merasa menjadi lemah di dalam lingkup keluarganya,
sehingga anak mencari kelompok yang mampu menutupi kelemahannya. Seorang anak akan
merasa nyaman dan kepribadianya melebur bersama karakter kelompok, cita-cita,
dan pandangan hidupnya disesuaikan dengan cita-cita dan pandangan kelompok. Ketika
kelompok tersebut negatif dan memiliki musuh yang menjadi saingan maka anak
tersebut bisa terbawa cita-cita kelompok untuk berkelahi atau tawuran dengan
kelompok lain.
Peran pemerintah diperlukan karena pemerintah juga mempunyai
kewajiban untuk melindungi calon pemimpin bangsa. Pemerintah harus
mengfasilitasi pendidikan karakter bangsa bagi orang tua. Pendidikan karakter
tersebut harus memadahi kebutuhan karakter yang perlu diserap seorang anak
melalui orang tua. Alhasil orang tua akan menerapkannya terhadap lingkungan
keluarga sejak usia dini. Lebih cepat tawuran dapat dicegah maka lebih cepat
pula bangsa ini mengalami kemajuan pembangunan bangsa. Maju mundurnya suatu
bangsa memang ditentukan maju mundurnya pelajar yang ada dalam bangsa tersebut
karena pelajar adalah generasi paling potensial untuk membangun sebuah bangsa.
BAB V
DARTAR PUSTAKA
Ratrioso, Imam.2008.”Remaja Unggul
Kamukah Itu?”.Jakarta : Nobel Edumedia
Laning, Vina Dwi.”2009.SOSIOLOGI
untuk kelas X SMA/MA”.Jakarta : PT. Cempaka Putih
Taufiq,
Ahmad.2011.” KEPELOPORAN &
KEPEMIMPINAN : PERAN PEMUDA DAN PELAJAR DALAM PEMBANGUNAN”. Makalah dalam
seminar tentang Pembangunan Karakter Bangsa melalui Kepeloporan dan
Kepemimpinan Pelajar di Pekalongan.
Suhartono dan Setianingsih, Dwi As. “Dari Juara Menjadi Tersangka”. http://dukasi.kompas.com/read/xml/2012/10/19/123 . 2012
[1]
Imam. Ratrioso..Remaja Unggul Kamukah
Itu?. (Jakarta : 2008) hlm. 32
[2]
Suhartono dan Dwi As Setianingsih. “Dari Juara Menjadi Tersangka”. http://dukasi.kompas.com/read/xml/2012/10/19/123 . 2012
[3]
Vina Dwi Laning.2009.”SOSIOLOGI untuk
kelas X SMA/MA”.Jakarta : PT. Cempaka Putih
[5] Ahmad Taufiq.2011.”KEPELOPORAN & KEPEMIMPINAN : PERAN
PEMUDA DAN PELAJAR DALAM PEMBANGUNAN”. Makalah dalam seminar tentang
Pembangunan Karakter Bangsa melalui
Kepeloporan dan Kepemimpinan Pelajar di Pekalongan.
0 Comments